Informasi apa pun entah berupa foto, gambar, video atau tulisan yang telanjur merambah ruang siber mudah sekali diduplikasi dan disebarluaskan, tetapi sulit dilenyapkan sekalipun sudah terhapus. Karena itu, netizen hendaknya hati-hati terhadap jejak digitalnya sendiri karena bisa membawa sial.
“Jejak digital ibarat bom ranjau yang tertanam di dalam jejak penggunanya, kemungkinan berisiko meledak suatu saat jika ada pihak-pihak tertentu yang mengincar pemiliknya sebagai target,” ungkap Ari Ujianto, Fasilitator Komunitas, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (30/9/2021).
Supaya terhindar dari kemungkinan terjadinya ledakan yang tidak diinginkan itu, Ujianto menyampaikan semua pengguna internet perlu memahami circle ketika berinteraksi.
“Kenali dengan siapa kita berbicara, batasi diri untuk tidak gegabah membagi informasi atau bahkan mengumbar data pribadi. Jangan bagikan identitas semaumu seperti KTP, paspor dan sebagainya. Bahaya,” kata dia.
Sebaiknya, unggah hal-hal yang positif saja, jangan hanya karena demi konten seseorang dengan bangga memposting hal-hal buruk, misalnya menghasut atau ujaran kebencian. “Ingat, informasi di siber itu permanen. Jadi, berpikir kritis sebelum posting,” tegasnya.
Baginya, perilaku yang cerdas sewaktu berada di dunia digital dapat menjadi semacam pagar yang membentengi seseorang dari kemungkinan adanya hal-hal yang tidak baik mengarah kepada dirinya.
Di sinilah urgensinya selalu menggunakan akal budi ketika merambah dunia digital. Selain itu, juga dituntut mahir mengoperasikan alat atau peranti digital disertai pemahaman mana yang baik dan tidak baik, mana yang bermanfaat atau justru sebaliknya sama sekali tidak bermanfaat.
Pemahaman seperti itu akan bertambah lengkap apabila seseorang punya kemampuan memahami dan menghormati perbedaan kebudayaan di ranah digital, serta memahami mana yang melanggar hukum dan mana yang tidak.
Baginya, literasi digital merupakan bekal yang pas untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan orang lain di ruang digital. Secara sederhana, pengertian literasi digital adalah konsep dan praktik yang tidak hanya sekadar menitikberatkan kecakapan penguasaan teknologi.
Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. “Salah satu dampak tiadanya literasi digital adalah tidak punya kompetensi mengenai keamanan digital,” jelasnya.
Penggabungan dua unsur yaitu digital tools knowledge dan critical thinking diyakini akan meningkatkan kemampuan seseorang menggunakan alat digital untuk merancang dan membuat konten asli yang menarik, untuk mengakses, menggunakan dan berbagi informasi.
Narasumber lainnya, I Wayan Meryawan selaku Dosen FEB Universitas Ngurah Rai – IAPA, menambahkan secara tidak sadar teknologi mengubah pola hidup manusia.
“Teknologi memberikan dampak pada berbagai sektor kehidupan manusia di antaranya sistem pemerintahan digital, bisnis, sosial media, pendidikan, hiburan bahkan cara berkomunikasi,” kata dia.
Diakui, perkembangan pesat teknologi digital juga mengakibatkan terjadinya perubahan pola pikir maupun tindakan saat mengkonsumsi dan mendistribusikan informasi.
Wayan kemudian mencontohkan beberapa komunikasi publik di sosial media yang dinilai kurang santun karena mengandung unsur hinaan dan pelecehan maupun ujaran kebencian serta hoaks. Tak lupa, Wayan juga membagikan tips komunikasi yang efektif yaitu sampaikan informasi secara lengkap, jelas dan ringkas.