Minggu, November 24, 2024

Menjaga etika berdemokrasi di ruang digital

Must read

Dosen Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga Labibah Zain mengungkapkan demokrasi di era digital dicirikan dengan berbagai perubahan dalam tatanan masyarakat.

“Salah satunya Tidak ada sekat antar indvidu, jadi rakyat dan penguasa bertemu dalam 1 ruang,” ujar Labibah saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Berdemokrasi yang Santun di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Senin (20/9/2021).

Dalam kesempatan paparannya, Labibah mengungkapkan, demokrasi di era digital itu, panggung digital bisa milik siapa saja dan setiap orang bisa mengemukakan pendapatnya. Setiap orang juga bisa memilih idolanya masing-masing. “Sudah hilangnya standarisasi idola,” kata Labibah Zain.

Situasi digital, lanjut Labibah, telah menciptakan global village di mana konten yang kita ciptakan menembus ruang dan waktu, sekaligus mempengaruhi kehidupan mayarakat (baik dan buruk).

Budaya digital ini jika tidak hati-hati menyikapinya bisa menggerus budaya Indonesia. Oleh sebab itu, kata Labibah perlu etika digital sehingga tiap pengguna digital punya kemampuan dalam menyadari, menyesuaikan diri dan menerapkan etika digital atau netiquet dalam saat berselancar di dunia digital.

“Dengan etika kita dibiasakan bertanggung jawab, menjaga integritas dan menggunakan bahasa yang baik di ruang digital,” kata dia.

Etika diperlukan sebab ruang digital memiliki sifat anonim yakni seolah terbebas dari norma sopan santun, merasa aman karena tidak berhadapan langsung, dan merasa aman karena bisa mengekspresikan unek-unek serta merasa aman bisa berbuat apa saja di balik layar.

“Tapi ingat! Jejak kita bisa dilacak, konsekwensi hukum ada,” kata dia.
Labibah pun merunut mengapa orang menyampaikan pendapat secara provokatif karena ada anggapan keliru. Salah satunya dunia digital ruang privat yang tak ada yang melihat, padahal justru disaksikan seluruh dunia. “Ada anggapan pula dunia maya tidak sama dengan dunia nyata , padahal yang dibalik layar punya perasaan,” kata dia.

Narasumber lain webinar itu Edy SR selaku Brandpreneur menuturkan ada ratusan juta informasi beredar di internet setiap menitnya. Karena itu kita harus paham literasi digital yang baik. “Nyaris setengah dari durasi berinternet, dihabiskan untuk media sosial. Potensi ini harus dioptimalkan dengan kesadaran berdemokrasi yang santun,” kata Edy.

Edy menyarankan pengguna mencerna setiap konten yang dibaca, dilihat, dan didengar. Lalu pertimbangkan, apakah layak untuk diluaskan, atau cukup berhenti di kita.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber Achmad Husein (anggota KPU Kabupaten Blora), Sugie Rusyono (Bawaslu Kabupaten Blora), serta dimoderatori Zacky Ahmad juga Astari Vern selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article