Bernard Kelvin Clive, konsultan branding digital kondang, menyampaikan pesan ihwal pentingnya jejak digital bagi hidup seseorang. ”Your digital footprint speak volumes than your CV” Tafsirnya sangat bermakna, sebagus apa pun kita susun curriculum vitae, riwayat hidup kita saat melamar kerja, tapi jika ternyata jejak digital kita di ruang digital tak terjaga, maka dia akan bicara menyampaikan pesan yang lebih tajam dan jujur.
Jonathan Dri Handarko, PhD, Dosen dan Ketua Program Magister Komunikasi – Unika Atmajaya, Yogyakarta berpesan, hati-hati betul meninggalkan segala apa yang pernah kita bagikan. Entah itu koment, foto atau video dan segala aktivitas serta perilaku kita di ruang digital akan meninggalkan jejaknya. Bahkan, berbeda dengan ruang nyata, jejak di ruang digital lebih kejam, karena bisa diakses siapa saja dan tersimpan kapan saja. Asal sempat di-screenshoot atau di-capture dan disimpan orang, maka ia akan abadi di ruang digital.
”Jadi pikirkan dan pertimbangkan berulang kali setiap Anda akan meninggalkan jejak segala aktivitas digital Anda, karena dia akan lebih bermakna di mata orang daripada curriculum vitae Anda,” ujar Jonathan saat tampil sebagai narasumber dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) utuk warga Kabupaten Karanganyar, Selasa, 26 Oktober 2021.
Dalam dunia pendidikan, Jonathan menambahkan, kalau siswa dalam belajar tidak difasilitasi dan dibimbing guru yang bijak dan punya kecakapan digital yang kompeten, maka kalau tak hati-hati siswa berpeluang besar terpapar informasi hoaks atau yang tak kredibel. Jadi, sanitaze before your consume and share information. Biasakan membersihkan dan memastikan informasi yang hendak ”disantap” sudah aman, benar dan akurat, juga segala informasi yang akan Anda sharing di ruang publik.
”Saring dan bersihkan, baru di-sharing. Hal itu jadi prosedur standar agar jejak digital siswa sejak dini terkendali dan aman dari pencemaran hoaks dan konten negatif lainnya,” pesan Jonathan lebih detail.
Webinar yang mengupas topik ”Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu” itu diikuti ratusan peserta dan dibuka dengan keynote speech Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Kakanwil Kemenag Jateng, Mustain Ahmad. Acara dipandu moderator Boby Aulia dan Venabella Arin sebagai key opinion leader serta tiga pembicara menarik lain: Nuzran Joher, anggota Komisi Ketatanegaraan MPR RI; Imam Buchori, Kabid PAI Kanwil Kemenag Jateng; dan Mohamad Faojim, Pengawas Sekolah Madya Kanwil Kemenag Jateng.
Menyambung diskusi, Imam Buchory mengatakan, kecakapan digital yang juga tak boleh diabaikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan lebih bermutu, meski di era digital, adalah etika digital. Kita terbangun sebagai bangsa yang multikulturalis, beragam suku bangsa, bahasa daerah, dan adat istiadat yang berbeda. Masing-masing punya tatakrama, unggah-ungguh yang mesti dihormati dan saling toleransi.
”Jangan hal itu dijadikan pembeda yang mengarah ke diskriminasi, tapi jadikan kekuatan keberagaman sebagai pemersatu bangsa. Jadi, dalam memproduksi konten digital untuk kepentingan pendidikan atau menjaga keragaman budaya mesti tetap permisi dan minta izin dahulu, agar tatakrama itu saling dihargai dan dijunjung tinggi bersama,” ujar Imam Buchory.
Ditambahkan Imam, dalam berinteraksi di ruang digital, nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan tetap mesti jadi acuan dalam bertindak, baik di ruang digital maupun ruang nyata. ”Hanya dengan berbudi dan berbudaya luhur, karya dan cipta budaya lewat prestasi pendidikan siswa kita bisa dijaga dan dikembangkan lebih baik. Jangan salah, ruang digital hanyalah sarana untuk meningkatkannya menjadi lebih baik dan lebih luas,” pungkas Imam Buchory.