Meski tak sedap dan nyaman, gelar yang bikin heboh itu harus diterima warganet Indonesia. Dalam survei Digital Civility Index (DCI) yang diselenggarakan Microsoft akhir 2020 di 32 negara dengan sampel 16.000 orang (503 dari Indonesia), hasilnya menemukan fakta bahwa warganet Indonesia menjadi netizen ”paling tidak sopan se-Asia Tenggara, rangking 29 dari 32 negara”.
Jelas, ini kontradiktif dengan citra masyarakat Indonesia di dunia nyata yang dikenal dengan sifat ramah, sopan, dan kental dengan adat ketimuran yang toleran dan tak gampang marah. Lalu, mengapa di dunia digital netizen Indonesia bisa berubah menjadi ’barbar’?
Dr. Waryani Fajar Riyanto, dosen Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, mengatakan, sudah banyak ahli yang mengulas beberapa penyebab terkait alasan perubahan sikap warganet itu. Mulai dari soal lemahnya kecakapan literasi digital, problem terpuruknya ekonomi hingga frustasi pada situasi pandemi Covid-19 yang berlarut lama.
”Tapi, cukupkah alasan semua itu mengubah adab warga bangsa kita yang berbeda antara di dunia nyata dan dunia maya?” tanya Waryani Fajar saat menjadi narasumber dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, 10 November 2021.
Mengupas topik seru ”Menjadi Pengguna Internet yang Beradab”, diskusi virtual kali ini dibuka dengan keynote speech dari Presiden Joko Widodo, dilanjut pesan dari Kepala Kanwil Kementerian Agama Jateng, Mustain Ahmad, dan diikuti sekira 300 peserta.
Selain Waryani Fajar, webinar yang dipandu moderator Ayu Perwari itu juga menghadirkan tiga pembicara lain, yakni: Kunthi Muflikhah Al Abandiyah, Pengawas Madya Kanwil Kemenag Jateng; Imam Buchori, Kabid Pendidikan Agama Islam Kanwil Kemenag Jateng; dan Iwan Gunawan, praktisi community development. Ikut bergabung Indira Wibowo, Putri Duta Wisata Indonesia 2017 yang tampil sebagai key opinion leader.
Waryani menambahkan, salah satu kunci terjaganya kesopanan adalah terjaganya adab manusia. Di mana hal itu menunjukkan keluhuran sikap dan halus budi pekerti, akhlaknya dan semua ditentukan oleh sikap polah petunjuk hatinya. Di sini, dalam konteks remaja, di mana warganet yang disurvei Microsoft ternyata dua kelompok 13 s.d. 17 tahun dan 37 s.d. 74, menjaga budi pekerti menjadi kunci hasil akhir perbaikan adab kesopanan kita, baik di dunia nyata maupun maya.
”Kalau kita semua mengacu dan memahami nilai luhur sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, maka kita sejatinya bisa memperbaiki kesadaran dan kesopanan kita dalam berinteraksi di dunia maya. Adat budaya Jawa mengajarkan unggah dan ungguh, bahwa sebelum mengunggah mestinya ya di-ungguh atau diverifikasi, diseleksi, dipikir tenang dan berulang. Pastikan kalau sebelum kita mengunggah materinya, kita verifikasi kebenaran dan manfaatnya. Sehingga, saat diunggah tidak memunculkan kemudharatan buat publik di dunia digital. Itu kunci yang mesti diubah kebiasaan kita agar di masa datang citra negatif bisa direvisi Microsoft,” urai Waryani Fajar mewanti-wanti peserta.
Lebih jauh, terkait sopan dan beretika di internet, Imam Buchori menambahkan, beradab di internet juga mampu bijak dan santun budi bahasanya, halus dalam bertutur dan bersikap di internet, santun dan mempunyai kemajuan sikap budi pekerti yang maju secara lahir dan batin.
”Memiliki sikap tenggang rasa dan tidak semena-mena dengan sesama, mencintai sesama, dan saling hormat menghormati meski berbeda suku, agama dan bahasa daerah. Keluhuran budi mesti bisa dijaga di dua dunia, baik dunia nyata maupun dunia maya,” pesan Imam Buchori.