Kementerian Kominfo mengangkat tema “Keamanan Berinternet: Tips dan Pentingnya Internet Sehat” dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Rabu (10/11/2021). Tema diskusi virtual dikupas dari sudut pandang empat pilar literasi digital yaitu digital culture, digital ethic, digital skill, digital safety.
Diskusi dipandu oleh Amel Sannie dan diisi oleh empat narasumber: Gervando Jeorista Leleng (Co-founder Localin), Misbachul Munir (fasilitator UMKM desal, Harpendi Dwi Pratiwi (Komisioner Bawaslu Kabupaten Tegal), Rhesa Radyan Pranastiko (digital marketer). Serta Aprilia Ariesta (content creator) sebagai key opinion leader.
Gervando Jeorista Leleng menjelaskan literasi digital menjadi konsep dan praktik yang tidak hanya menitikberatkan pada penguasaan teknologi, tetapi juga menekankan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. Sehingga dapat dikatakan bahwa literasi digital dalam berinternet tidak hanya soal menggunakan perangkat tetapi juga bagaimana memanfaatkan media digital untuk berbagai kegiatan sehari-hari.
Dan yang perlu diperhatikan juga dalam kegiatan berinternet, kata Gervando, adalah bagaimana pengguna media digital dapat menjaga keamanan dan proteksi terhadap identitas digital. Identitas sebagai pengguna media digital yang dimaksud adalah identitas yang secara umum terlihat seperti nama akun, foto profil, dan identitas lain yang tertera pada akun. Namun ada juga identitas tak terlihat yang sifatnya rahasia, seperti PIN, kata sandi, OTP dan identitas lainnya.
“Kita harus aware untuk menggunakan media digital secara detail, termasuk memperhatikan sisi keamanannya. Karena faktanya ada beberapa kasus-kasus kebocoran data, yang artinya sangat berbahaya jika tidak memperhatikan sisi keamanan bermedia digital. Apalagi, di masa-masa ini kegiatan kita hampir selalu bersentuhan dengan penggunaan teknologi dan internet,” ujar Gervando.
Dalam dunia pendidikan, kehadiran teknologi menjadi solusi di tengah pandemi. Hal ini kemudian memaksa warga pendidikan untuk berpacu meningkatkan keterampilan digital dalam kegiatan belajar mengajar. Paling tidak keterampilan itu mampu memilih, memahami, dan menggunakan aplikasi yang sesuai sebagai media pembelajaran.
“Kecakapan lainnya adalah bagaimana memanfaatkan mesin telusur untuk mendapatkan informasi, mencari dan memilah bahan materi belajar dari berbagai sumber. Juga bagaimana memanfaatkan platform belajar daring lainnya baik dalam bentuk e-learning, LMS, atau bootcamp untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,” lanjutnya.
Warganet, kata Gervando, harus memaksimalkan penggunaan media digital sebagai sarana belajar, tidak hanya dalam hal pendidikan tapi juga dalam meningkatkan kualitas diri. Misalnya, memanfaatkan media digital untuk membangun personal branding, membagikan hal-hal positif dan pengalaman. Memperluas jejaring dengan saling berkolaborasi, serta meningkatkan skill lainnya untuk mendapatkan nilai lebih.
Diskusi disambung oleh Misbachul Munir dari sisi etika digital. Ia mengatakan kebebasan berekspresi erat kaitannya dengan hak bermedia orang lain, yang artinya ada sisi kenyamanan dan keamanan yang harus dipahami dalam bermasyarakat digital.
Kebebasan berekspresi di internet itu ada batasan-batasannya, di antaranya batas hukum dan batas etika. Konten, informasi, komentar yang diunggah di ruang digital adalah cermin atau citra diri setiap penggunanya. Dalam berinteraksi di ruang digital harus selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sehingga tercipta interaksi yang bermakna serta lingkungan digital yang aman dan nyaman.
“Menggunakan media digital hendaknya diarahkan pada niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama,” ujar Misbachul Munir.
Dalam membuat konten ada prinsip yang perlu dipegang oleh pencipta konten. Bermedia digital harus dilakukan dengan sadar dan memiliki tujuan sehingga konten yang dibuat tidak melanggar orang lain. Nilai kejujuran atau integritas dalam membuat konten harus dikedepankan, karena di setiap aktivitas digital ada tanggung jawab atau konsekuensinya.
“Membuat konten harusnya yang memiliki nilai kebajikan di dalamnya, ada manfaat dan mengandung nilai kemanusiaan. Dan bermedia itu harus punya kontrol diri agar tidak bablas atau menimbulkan adiksi yang negatif,” jelas Misbachul.