Rabu, Desember 25, 2024

Pemimpin bermaksiat mencatut nama Tuhan?

Must read

Membangun perspektif lebih baik, berpikir dan berperilaku lebih konstruktif, memang tetap tidak akan membebaskan kita bebas dari persoalan. Namun dengan sudut pandang baru membuka peluang solusi lebih pas. Pada galibnya, dalam menjalani hidup, problem akan selalu saja muncul. Karena hanya orang yang sudah wafat tidak merasakan kesulitan hidup.

Sebagaimana kata Psikolog Susan David, PhD, “When we say, ‘I don’t want fail’, ‘I don’t want to embarrass myself’, ‘I don’t want to get hurt’, we’re expressing what I call dead people’s goal.” Kalau menurut Gus Baha, persoalan dan problem yang kita hadapi justru akan membuat hidup lebih keren.

Semua tergantung pada bagaimana kita memilih respon atas tantangan tersebut. Ini yang membedakan tumbuhan dan hewan dengan manusia.

Tumbuhan dan hewan mudah dibekuk lingkungan. Sedangkan manusia diberi karunia untuk memilih dan beratih mengantisipasi trigger yang memborbardir kita sehari-hari, mana produktif mana kontra-produktif. Kita adalah produk bersama antara dinamika lingkungan dan kegigihan kita menyusun cerita hidup sendiri. Selalu ada perseteruan antara need dan want.   

Di sini pentingnya terus menggali ilmu, mematangkan diri, merdeka dari pasungan pencitraan diri masa lalu. Karena menjadi orang baik saja ternyata belum cukup.

Upaya tebar pesona berdasarkan self-esteem yang sudah kadaluwarsa akan mematikan sensitivitas dan “daya hidup untuk memilih” setiap pribadi – contohnya dapat kita lihat di media, betapa para pejabat publik dan pesohor jadi bahan olok-olok akibat tidak mau mengubah perilaku (kepemimpinan) mereka. Bahkan ada juga yang bermaksiat, membelokkan anggaran, lantas mencatut nama Tuhan.

Sejumlah eksekutif tidak mampu deliver sesuai tugas dan fungsi masing-masing indikasinya juga akibat pikiran mereka mandek. Pelatihan-pelatihan kepemimpinan dari lembaga-lembaga yang mereka anggap sudah jadi pegangan bersama dan sekian tahun jadi pemasok di organisasi, tidak berhasil diwujudkan dalam tugas sehari-hari. Bahkan ada juga eksekutif yang mengaku malah bingung, terbenam oleh pola pelatihan yang mungkin saja kurang kontekstual.

Maka, keluar dari “sumur pikiran”, menghadapi realitas dengan emotional agility yang lebih baik, menjadi sangat penting, utamanya hari-hari ini.

Mohamad Cholid is Member of Global Coach Group (www.globalcoachgroup.com) &Head Coach at Next Stage Coaching.

  • Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
  • Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment (GLA 360)
  • Certified Global Coach Group Coach & Leadership Assessment.   

Alumnus The International Academy for Leadership, Germany.

Books: https://play.google.com/store/search?q=senincoaching&c=books

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528

Please contact Ibu Nella + 62 85280538449 for consultancy schedule

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article