Nur-Sultan (Astana) hanya seperti proyek gagah-gagahan penguasa Kazakhstan untuk mengalihkan perhatian masyarakatnya dari buruknya sistem politik otoritarian yang dianut Kazakhstan sejak bubarnya Uni Soviet.
Entah kebetulan atau tidak, Jokowi pun menunjuk mantan Jubirnya, Fazroel Rachman, menjadi duta besar Indonesia di Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan berkedudukan di Nur-Sultan baru-baru ini.
Apakah diniatkan untuk mempelajari bagaimana Kazakhstan membangun Kota Nur-Sultan (Astana) atau tidak, tidak ada yang mengetahui secara pasti.
Jika jawabannya memang demikian, justru tidak simetris dengan tujuan pemerataan ekonomi dan keadilan sosial sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala BIN di atas. Karena Nur-Sultan (Astana) adalah proyek megalomaniak dari pemerintahan otoritarian Kazakhstan.
Semoga Kota Nusantara, di Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru Republik Indonesia yang kita cintai ini tidak diniatkan demikian. Semoga!
Penulis adalah Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran, oengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM), pernah bekerja di industri pertambangan.