Mengelola pelbagai belief dengan bijak perlu didampingi kemampuan mengendalikan dan mewaspadai diri sendiri secara cerdas. Kevin Fleming Ph.D, salah seorang thought-leader dalam corporate psychology, mengingatkan, “Our brains as leaders are hardwired to survive, save face, and make us feel that we’re right. But being right and being wise are very different things, with dramatically different outcomes.”
Budaya organisasi bisa merupakan competitive advantage yang bisa bertahan lama, lasting sustainable advantage, kata Jack Welch, almarhum dulu CEO GE.
Kenyataannya memang demikian. Hasil survei memperlihatkan, organizational culture merupakan faktor tunggal terbesar, yaitu 35%, bagi kinerja usaha: Profit & Lost; Balance Sheet; People Engagement. Pengaruh lainnya, 65%, merupakan gabungan dari lima atau lebih faktor, seperti hak cipta, brand yang kuat, regulasi, situasi pasar, etc. Sementara organizational culture 50-70% dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan para eksekutif (KornFery/ Hay Group).
Sesungguhnya organizational culture juga bisa rentan saat menghadapi pelbagai belief para team leader dan tim mereka. Kenyataan ini merupakan salah satu arena ujian kepemimpinan setiap eksekutif. Untuk itu, organisasi-organisasi hebat lazimnya melakukan investasi berkesinambungan dalam meningkatkan efektivitas para eksekutif mereka, demi mampu membangun budaya yang lebih tahan uji.
Mohamad Cholid is Member of Global Coach Group (www.globalcoachgroup.com)
Alumnus The International Academy for Leadership, Germany.
Books: https://play.google.com/store/search?q=senincoaching&c=books
(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528
Please contact Ibu Nella + 62 85280538449 for meeting schedule