Oleh Eddy Herwanto
Akan tiba masanya teller bank sepi dari antrean nasabah melakukan transaksi dengan cek atau bilyet giro. Bahkan mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) yang jumlahnya terus berkurang juga akan semakin jarang dikunjungi pemilik dana. Kini nasabah dimudahkan melakukan transaksi setiap saat dan di mana saja dengan memanfaatkan aplikasi digital yang disediakan perbankan di smartphone secara efisien, hemat waktu, dan cepat dalam penyelesaian.
Abracadabra! Jasa RTGS (Real Time Gross Settlement) dengan biaya antara Rp 25.000 dan 30.000 per transaksi juga akan ditinggalkan. Selain memakan biaya dan waktu pergi ke teller, RTGS juga kalah cepat dibandingkan sentuhan fitur di aplikasi bank. Pemerintah juga akan kehilangan pendapatan bea meterai yang dipungut dalam setiap penerbitan cek atau bilyet giro. Warung sembako di sebelah rumah mungkin lebih suka menawarkan transaksi dengan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) daripada menerima uang kertas kumal.
Perbankan Indonesia sedang berlomba memberikan kemudahan dengan menawarkan banyak fitur di applikasi digital mereka yang memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi (over the top). Bank Mandiri tampil dengan app Livin’, BCA dengan Blue, BNI dengan BNI Mobile Banking, dan OCBCNISP dengan ONeMobile. Fitur pada pelbagai app itu tidak hanya memudahkan transfer, cara pembayaran (BPJS, Telkom, PLN, atau Asurasi), top up, tarik tunai, juga pembayaran melalui QRIS.
Dengan aplikasi Livin, transfer Rp 40 juta bisa seketika tanpa dipungut biaya jika lawannya juga punya rekening Bank Mandiri; namun jika berbeda bank, dengan BI Fast hanya dikenakan biaya Rp 2.500. Toh, perbankan tetap merasa perlu membatasi transaksi digital. OCBCNISP Bank, misalnya, membatasi maksimal Rp 250 juta per transaksi. Nasabah OCBCNISP juga bisa menggunakan nomer ponsel atau email mereka, selain rekening bank.
Dengan menyertakan lebih banyak fitur pada applikasi, perbankan secara berangsur membangun ekosistem lebih beragam. Bank Mandiri menyediakan fitur Investasi, juga Wisata & Belanja. Jika uang berlebih, nasabah Mandiri bisa menanamkan dananya di beragam instrumen investasi, di situ juga diinformasikan imbal hasil dari setiap instrumen yang dikelola sejumlah manajer investasi. Karena imbal hasil disediakan transparan, nasabah tinggal memilih mana yang dianggap menguntungkan dengan risiko terukur.
Masuknya perbankan dengan app digital jelas akan mengubah landscape business. Super app perbankan menjadi penantang terdepan penyedia dompet digital GoPay milik GoTo, OVO, AstraPay, bahkan LinkAja yang didirikan sejumlah BUMN. Semakin banyak nasabah bank memanfaatkan QRIS atau pembayaran dengan dompet digital digital (PLN, Telekomunikasi atau top up misalnya), maka fee sebagai mediator yang bisa dipetik GoPay misalnya otomatis akan berkurang
Padahal Gojek baru saja masuk sebagai pemegang saham dan mengkampanyekan Bank Jago sebagai bank digital yang diharapkan menjadi lemari uang para pelanggan jasa Gojek. Mimpinya adalah pelanggan yang akan melakukan top up GoPay mereka tinggal mendebet rekeningnya di Bank Jago tanpa dipungut biaya transfer. Dana mengendap pelanggan Gojek juga merupakan dana murah Bank Jago. Namun kini tak mudah bersaing dengan super app perbankan jika aplikator semacam Gojek akan masuk lebih jauh ke bisnis jasa keuangan.