Lainnya berupa: logical-mathematical intelligence; spatial intelligence (“picture smart”); bodily – kinesthetic intelligence; musical intelligence; interpersonal intelligence; intrapersonal intelligence; naturalist intelligence. Masing-masing dari kita bisa dikaruniai keunggulan lebih dari satu kecerdasan, ketekunan berlatih secara terukur berpeluang menambahkannya jadi lebih banyak.
Umumnya kita sepakat, setiap kecerdasan tersebut, atau secara bertahap gabungan dari sebagian besar di antaranya, perlu terus dikembangkan untuk mengoptimalkan diri memenuhi kebutuhan professional masing-masing – di lingkup bisnis, nonprofit, lembaga pemerintahan, dunia seni, LSM, serta institusi-institusi publik.
Para pengelola SDM atau human capital di setiap institusi yang memiliki tanggung jawab profesional, lazim menyiapkan program-program pengembangan. Mereka melakukannya, mostly, lewat training atau workshop, internal di dalam organisasi atau mengandalkan pihak lain.
Pelbagai metode sudah dikembangkan, yang sudah lama dikenal antara lain berupa kegiatan outbound (sesuai kebutuhan, bukan sekadar aktivitas fisik di tengah alam), ada pula beberapa organisasi yang mempercayakan sebagian pelatihan eksekutifnya ke lembaga pasukan khusus, atau melalui kegiatan seni (teater) serta peningkatan spiritual equation, etc.Ada banyak pendekatan.
Sesungguhnya semua program pelatihan tersebut masing-masing memiliki keunggulan, diselenggarakan untuk membantu membuka sekat-sekat semu di dalam setiap pribadi demi meningkatkan kinerja.
Keluhan umum yang kemudian muncul, diakui atau disembunyikan, adalah, kenapa hasil pelatihan atau workshop dengan ongkos besar itu tidak bertahan lama? Kenapa perubahan perilaku orang-orang yang mengikuti pelbagai pelatihan, bahkan di kalangan eksekutif senior, hanya bertahan sekian bulan, mungkin satu semester paling lama?
Indikasinya, pelatihan-pelatihan tersebut menyentuh umumnya paling sekitar tiga kecerdasan yang ada di setiap manusia, didominasi pada wilayah keterampilan teknis (manajemen dan keterampilan sesuai sektor kegiatan utama organisasi), hal-hal strategis, taktis, dan sejenisnya.
Selama pelatihan mereka umumnya memperoleh sejumlah pengetahuan dan skills baru, tapi ternyata retensinya pendek. Survei memperlihatkan, rata-rata hanya sekitar 12% peserta mempraktikan hasil pelatihan-pelatihan mereka.
Dengan kemajuan teknologi di segala bidang sudah demikian hebat, memungkinkan produktivitas umat manusia meningkat berpuluh kali lipat dalam kurun dua puluh tahun terakhir, serta dengan kemanjaan dunia dalam segala bentuknya melimpah, manusia sampai hari ini ternyata masih mudah keserimpet masalah klasik, yaitu “kurva lupa”.
Menurut pendekatan forgetting curve yang dirintis psikolog Jerman Hermann Ebbinghause sejak akhir abad 19 dan berdasarkan hasil studi belakangan ini, up to 90% informasi (hasil pelatihan) setelah satu minggu berlalu umumnya terlupakan.