Sebuah wahana edukasi dan eksplorasi kebudayaan baru saja diresmikan di Dusun Segara, Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Tepatnya pada Minggu, 18 September 2022. Bhumi Atsanti, wahana yang lokasinya cuma sepelemparan batu dari Candi Borobudur itu, dibangun dan dikelola oleh Yayasan Atma Nusvantara Jati atau Atsanti Foundation. Berdomisili di Kabupaten Magelang, yayasan tersebut berdiri pada 7 Januari 2020, bergerak di bidang kebudayaan, pendidikan, spiritualitas, UMKM, dan pariwisata berbasis kebudayaan.
Pembangunan Bhumi Atsanti merupakan buah komitmen Yayasan Atsanti untuk mendukung pemajuan kebudayaan dalam berbagai ragam kegiatan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Juga, ragam kreasi-inovasi untuk membuat kebudayaan dari peradaban luhur di masa lalu relevan dengan masa kini dan masa depan, khususnya bagi generasi muda.
Menurut Ketua Yayasan Atma Nusvantara Jati, Nilo Wardhani, pembukaan Bhumi Atsanti memilih format yang khas warga masyarakat. Yakni, syukuran berupa kenduren, disertai pentas seni yang dibikin hangat dan guyub dengan melibatkan masyarakat, agar tercipta hubungan atau srawung yang harmonis.
Selain dihadiri warga masyarakat, tampak hadir dalam pembukaan Bhumi Atsanti sejumlah seniman dan pelaku budaya di kawasan Borobudur, serta tokoh-tokoh masyarakat di antaranya Kepala Desa, Camat, Muspika, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang. Hadir pula wakil-wakil dari perguruan tinggi yang selama ini sudah bekerja sama dengan Yayasan Atsanti seperti Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Atmajaya Jakarta, Universitas Tarumanegara Jakarta, ISI Yogyakarta, dan ISI Surakarta.
“Bhumi Atsanti lebih dari sekadar komitmen kebudayaan. Bhumi Atsanti adalah rumah, ruang, dan rasa…”
Nilo Wardhani menuturkan, Bhumi Atsanti hadir sebagai jembatan, wadah, dan wahana edukasi yang membuka ruang seluas-luasnya bagi siapa saja, utamanya generasi muda, yang ingin belajar kebudayaan nusantara. Khususnya, kebudayaan yang bersumber dari inspirasi nilai-nilai adiluhung Candi Borobudur dan kearifan lokal masyarakat di kawasan Borobudur.
”Bhumi Atsanti dirancang bukan sekadar bangunan fisik, namun utamanya untuk menjadi rumah bersama dan ruang eksplorasi untuk menemukan, mengenali, dan mencintai rasa kebudayaan yang diperoleh dari proses dialog dan srawung dari para pengunjungnya,” urai Nilo.
Komunitas kebudayaan dan masyarakat luas dapat memanfaatkan beberapa fasilitas yang ada. Di antaranya, Pendopo Budaya (Limasan dan Joglo) yang berfungsi sebagai collective space, dan Panggung Terbuka sebagai open space untuk berbagai kegiatan seperti tari, musik, dan penampilan kesenian lainnya. Termasuk, kegiatan kebugaran dan kesehatan (wellness).
Ke depan, lanjut Nilo, Bhumi Atsanti akan dilengkapi dengan fasilitas Studio Audio Visual, Pusat Informasi Wisata Borobudur, Sentra UMKM, Kafe Kuliner Nusantara dan Wisma Tinggal (homestay). ”Semua fasilitas dan kegiatan tersebut hadir sebagai upaya ikut memberikan ruang publik yang mudah dijangkau untuk kegiatan kebudayaan bagi masyarakat,” ujarnya.