#SeninCoaching:
#Lead for Good: Beware of the weight of star
“Successful people become great leaders when they learn to shift the focus from themselves to others” – Marshall Goldsmith
“Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing himself,” Leo Tolstoy.
Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach
Jenderal Benny Moerdani sempat berperan signifikan dalam sejarah Indonesia. Nyaris tidak ada kancah pertempuran penting yang tidak melibatkannya, sejak Benny masih remaja di masa perang merebut kemerdekaan, sampai konflik-konflik krusial seperti penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta (1958).
Ia juga jadi “bintang” pada pertempuran pembebasan Irian Barat (1962) dan saat kegentingan operasi Ganyang Malaysia (1965). Dalam pergaulan internasional, Benny juga dikenal terampil di dunia diplomasi.
Barangkali dapat dikatakan, Leonardus Benjamin Moerdani merupakan salah satu perwira militer yang dalam karirnya disukai Bung Karno dan kemudian berhasil menjadi salah satu tokoh kunci yang diandalkan oleh pemerintahan Orde Baru.
Namun, prestasi, reputasi, dan bintang-bintang di pundaknya tidak membuat Jenderal Benny senang tampil di media. Kalangan wartawan umumnya sulit mengorek cerita hidup dan perilakunya.
Dalam salah satu wawancara dengan Majalah Tempo, ia memberikan alasan kenapa selalu mengelak tampil di media sebagai tokoh penting untuk jadi selebritas. Katanya, bekerja menjalankan profesi dan bersamaan dengan itu senang pula tampil di panggung, pantasnya hanya untuk aktor atau aktris.
Mungkin karena stimulus lingkungan sudah berbeda, atau bisa jadi karena mindset dan pilihan gaya hidup yang tidak sama, para perwira militer dan polisi yang sudah punya bintang di pundak mereka belakangan ini cenderung bungah bisa sering tampil di publik. Media sosial menyemarakkan semua itu.
Menjadi selebritas kini seperti sudah merupakan kebutuhan. Semacam dopamine, a pathway to pleasure. Bisa membuat seseorang ketagihan. Sebagaimana dapat kita lihat di pelbagai media, yang konvensional, digital, sampai di kanal YouTube. Belakangan makin ramai, hampir semua profesi tampil unjuk kebolehan di wilayah bebas nyaris tak bertepi itu.
Masing-masing memperlihatkan diri istimewa, keren, terkesan seperti menyuarakan dengan keras, “gue bintang nih”. Sebagian menarik, lucu, ada pula yang seperti memaksakan diri unjuk gigi, sebagiannya lagi memperlihatkan kemandegan berpikir, terlalu memuja masa lalu, menggelembungkan ego. Di YouTube, misalnya, ada saja pejabat publik yang selalu memperlihatkan diri paling pintar, menganggap orang lain tidak paham situasi.
Panggung dunia makin fun-tastic, ketika manusia-manusia yang merasa punya kekuasaan, kekuatan politik dan hukum, serta menganggap diri mereka memiliki pengaruh sosial dan ekonomi, pada mempertontonkan diri sebagai jagoan — tapi itu indikasi mereka gagap.