Nama penerbitan itu, ‘N,V Javaansche boekhandel en Drukkerij’ pada tahun 1909. Sayang, setelah mengubah periode terbit dari mingguan menjadi koran harian, pengelola koran itu terlilit utang, Medan Prijaji pun terpaksa berhenti terbit pada tahun 1912.
Semua dedikasi T.A.S. dalam rekam jurnalistik dan pengelolaan surat kabar yang kemudian mencuatkan namanya sebagai perintis perjuangan pers nasional, menurut DR Ichwan Azhari, sebenarnya sama dan sebanding dengan dedikasi dan idealisme DjEM.
”Cuma, terus terang saja. Data dan fakta tentang DjEM belum banyak diungkapkan dan diketahui orang. Sedangkan informasi dan persepsi tentang sosok T.A.S sangat lengkap. Apa lagi ada dukungan novel tetralogi Sastrawan Pramoedya Ananta Toer ‘Sang Pemula’ yang menukilkan figur bayangan T.A.S sebagai inspirasi awal pers perjuangan melawan kolonial. Dia itu sudah seperti mitos Bapak Pers Indonesia,” kata mantan wartawan Mertju Suar dan Sinar Pembangunan, Medan itu.
Ketika berkesempatan meneruskan studi S3 di Jerman, Ichwan Azhari mengatakan, dia sempat menelusuri banyak dokumen lama ke pelbagai sumber di Belanda. Sampai kemudian menemukan sejumlah fakta berupa dokumentasi koran dan literatur yang memperlihatkan rekam sejarah sejumlah wartawan pejuang pro kemerdekaan RI dari Sumatera Utara, termasuk sosok DjEM.
Anak Sidempuan yang kemudian mukim di Padang itu, tambah Ichwan Azhari lagi, amat menonjol setelah berhasil membeli ‘Pertja Barat’ dan percetakan ‘Snelpersdrukkerij Insulinde’ dari pemiliknya Lie Bian Goan pada tahun 1897.
Koran itu seperti ‘Medan Prijaji’ juga berjuang untuk anak bangsa dan berbahasa Melayu. Jargon atau motto korannya semula “Organ dari Segala Bangsa.” Tapi, setelah diakuisisi DjEM, diubah menjadi: ”Oentoek Segala Bangsa.”
Surat kabar yang terbit tiga kali seminggu ini, Selasa, Kamis dan Sabtu, sering menampilkan tulisan kritis dan sindiran tajam terhadap penguasa kolonial. Gaya literasi seperti itu rupanya cukup mendapat sambutan dari pembacanya. Baik lokal, maupun pembaca yang umumnya kaum intelektual di Eropa.
Sirkulasi ‘Pertja Barat’ karena model keagenannya yang unik, tercatat bisa memiliki agen di Belanda, Belgia dan Prancis. Harga langganannya waktu itu sekitar 18 f (guden) setahun.