Minggu, November 24, 2024

Menyoal Bapak Pers Indonesia di HPN 2023

Must read

Namun Sang Putra Mahkota rupanya tak secakap ayah dan pamannya dalam mengembangkan koran. Walhasil, tahun 1912, setelah terbit sekitar dua dekade, ‘Pertja Barat’ akhirnya berhenti terbit.

Menutup tulisanya, DR Suryadi menyimpulkan: “DjEM adalah seorang perintis pers pribumi di Sumatera. Bahkan mungkin di Hindia Belanda. Minatnya sangat besar pada buku dan media yang menurut dia penting untuk memajukan kaum pribumi sebangsanya. Penerbit dan toko buku Snelpres Drukkerij Insulinde, selain digunakan untuk mencetak koran-korannya, juga digunakan untuk mencetak buku. Baik karangan DjEM sendiri maupun orang lain.”

Apa pun, testimoni literasi DR Suryadi itu, ikut melengkapi klaim yang disampaikan dengan bersemangat oleh DR Ichwan Azhari tentang kelayakan Dja Endar Moeda sebagai Bapak Pers Indonesia.

Nah, dengan sejumlah fakta dan pandangan baru tadi, apakah mungkin menggeser mitos dan posisi T.A.S.— yang pada tanggal 3 November 2006 lalu malah sudah diberi gelar Pahlawan Nasional—sebagai Bapak Pers Indonesia?

“Wah. Kalau itu terpulang pada Dewan Pers. Sayakan sebagai sejarawan sekedar mengungkapkan data dan fakta. Silakan saja diteliti lebih mendalam. Mana yang lebih pantas,” kata DR Ichwan Azhari.

Yang jelas, dia melanjutkan, dua koleganya sesama sejarawan yang ikut dalam seminar pers dalam rangka HPN 2023, tidak atau belum membantah data dan fakta yang disajikan.

Dua sejarawan itu adalah Prof DR Nina Herawati dari Universitas Padjajaran, Bandung dan DR Wannofri Samry, M. Hum. dari Universitas Andalas, Padang. Ikut juga sebagai pemateri dalam seminar itu Ketua Dewan Pers DR Ninik Rahayu.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article