Pensiunan pegawai negeri sipil Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang tergabung dalam Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kemlu (FLAPK) menyatakan keberatan terhadap kebijakan Kemlu yang tidak akan membayar hak gaji pokok dalam negeri para pensiunan saat mereka bertugas di perwakilan Indonesia di luar negeri.
”Dari keterangan yang disampaikan pihak Kemlu, kami simpulkan, Kemlu tak punya niat menyelesaikan tuntutan FLAPK. Selain karena bertentangan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah, kami tentu juga menolak permintaan Kemlu kepada kami untuk ’mengikhlaskan’ gaji pokok dalam negeri yang tidak dibayarkan itu,” kata Ketua FLAPK Kusdiana, dalam keterangan tertulis kepada awak media, Senin (7/8).
Kusdiana menyampaikan hal itu sebagai respons atas penjelasan Kemlu yang diberikan Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah di Kantor Kemlu, Jakarta Pusat, Selasa, 1 Agustus 2023. Keterangan tersebut disampaikan menanggapi protes yang sebelumnya dilontarkan FLAPK yang beranggotakan 200-an orang.
Menurut Kusdiana, keputusan Kemlu tidak membayar gaji pokok dalam negeri para pensiunan saat dulu mereka bertugas di luar negeri, jelas merupakan bentuk pengabaian terhadap UU No. 8 tahun 1974 dan undang-undang lain mengenai pokok-pokok kepegawaian.
”Pasal-pasal dalam undang-undang itu menyebutkan, gaji pegawai negeri sipil (PNS) harus dibayarkan secara otomatis kepada setiap pegawai pada setiap awal bulan,” ucap Kusdiana. Lebih jauh, penolakan Kemlu membayar gaji para pensiunan ini juga telah melanggar UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Khususnya, Pasal 36 (2), yang berbunyi ”tidak seorang pun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum’. Hal itu mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi yang berbunyi ”upah dan sejenisnya yang timbul dari hubungan kerja adalah merupakan hak milik pribadi yang tidak bisa diambil secara sewenang-wenang, baik oleh pribadi maupun melalui undang-undang.”
Tuntutan Sudah Berbilang Tahun
Tuntutan FLAPK sebenarnya sudah berbilang tahun diajukan ke Kemlu. Para pensiunan PNS Kemlu itu berpendapat, mereka berhak mendapatkan gaji dalam negeri, meskipun mereka sedang ditugaskan di perwakilan Indonesia di luar negeri.
”Selama ditempatkan atau ditugaskan di perwakilan RI di luar negeri, kami hanya menerima Tunjangan Penghidupan Luar Negeri (TPLN). Sedangkan hak gaji pokok sebagai PNS di Indonesia ditahan oleh Kemlu alias tidak dibayarkan. Padahal, menurut UU Kepegawaian, gaji pokok tersebut seharusnya tetap dibayarkan,” urai Kusdiana.
Keputusan Kemlu tidak membayar hak gaji pokok dalam negeri tersebut, lanjut Kusdiana, sejauh ini mendasarkan pada Surat Edaran (SE) Sekjen Kemlu No. 015690 tertanggal 16 Oktober 1950. SE Sekjen tentang Keuangan Perwakilan RI di Luar Negeri tersebut, dalam pertimbangannya mengatakan ”menunggu keputusan yang definitif dan menyimpang dari peraturan S.P./5/K.L, maka berhubung dengan sangat terbatasnya persediaan deviezen’, j.o. III.c ‘gaji di Indonesia tidak diberikan”.
”Tapi, meski keputusan definitif telah keluar, yakni diundangkannya UU No. 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian, UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, UU No. 43 Tahun 1999 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN, hak gaji pokok kami tetap tidak dibayarkan oleh Kemlu,” jelas Kusdiana.
Sementara, PNS yang berasal dari instansi teknis atau pejabat atase teknis dan stafnya, yang juga ditugaskan di perwakilan RI di luar negeri, selain menerima TPLN, mereka tetap menerima hak atas gaji pokoknya di dalam negeri. ”Seluruh PNS diatur oleh undang-undang yang sama. Kenyataannya, hanya pejabat Kemlu yang hak gaji pokoknya di dalam negeri tidak dibayarkan,” tambah Kusdiana.
Respon Kemlu
Sebelumnya, pada 1 Agustus 2023, Kemlu memang telah menjawab protes dari FLAPK soal tak dibayarkannya gaji pokok para PNS Kemlu saat bertugas di luar negeri. Jubir Kemlu Teuku Faizasyah jelas merujuk dasarnya, yakni keberadaan Surat Edaran Sekjen Kemlu pada 1950, yang merupakan produk kebijakan Pimpinan Kemlu pada waktu itu.
”Ketika itu, Pimpinan Kemlu berpendapat, karena kondisi perekonomian negara masa itu mengalami kesulitan, gaji pokok PNS Kemlu dalam negeri tak dibayarkan. Namun selama penugasan di luar negeri, pejabat-pejabat tersebut tetap mendapatkan penghasilan dalam bentuk TPLN,” tuturnya.
Faizasyah mengatakan, pada 2013, Kemlu telah mengkaji (review) kebijakan 1950 tersebut. Hasil review, Kemlu sepakat melakukan pendekatan ‘forward looking’ atau melihat ke depan. ”Yakni, memperbaiki kekeliruan tersebut dengan membayarkan gaji pokok di dalam negeri bagi pejabat Kemlu yang berangkat 1 Januari 2013. Sedangkan bagi pejabat Kemlu yang berangkat sebelum 1 Januari 2013, gaji pokok tetap tak dibayarkan dan diminta ikhlas,” terang Faizasyah.
Terkait itu, Faizasyah mengingatkan, pada 2022 FLAPK pernah melayangkan surat permohonan keberatan, hak uji materiil, terhadap Pasal III ayat C Surat Edaran Sekjen Kemlu Nomor 015690 tertanggal 16 Oktober 1950 itu ke Mahkamah Agung. ”Menjawab itu, MA telah menerbitkan keputusan bahwa permohonan tersebut dinyatakan tidak diterima atau ditolak,” ucapnya.
Jadi? Kusdiana, mewakili FLAPK menegaskan, adalah hak para pimpinan Kemlu saat ini apabila mereka hendak mengikhlaskan hak gaji pokoknya. Namun, sebagai pejabat pemerintah, mereka terikat ”sumpah jabatan”, di mana dalam salah satu paragrafnya berbunyi ”akan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
”Dengan demikian, sebagai pejabat pemerintah, punya kewajiban konstitusi dan moral untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Sedangkan terkait putusan MA tentang uji materi yang diajukan FLAPK, menurut Kusdiana, tidak dapat dikatakan ”inkrah”. Sebab, FLAPK dan Kemlu belum pernah berperkara di pengadilan. Bagi FLAPK, suatu putusan pengadilan baru dikatakan inkrah jika setelah putusan pengadilan pertama, pihak yang kalah tidak mengajukan banding. Atau, bila putusan banding tidak kasasi, dan bila sudah ada putusan kasasi, baru dikatakan inkrah.
”Dari situ, jelas terlihat, Kemlu telah melakukan diskriminasi terhadap pegawainya sendiri, di mana sebagian pegawai diberikan gaji pokok, sebagian lagi tidak diberikan gaji pokoknya.” Kusdiana menambahkan, meski anggota FLAPK hanya 200 orang, tapi yang berhak atas gaji pokok tersebut mencapai ribuan orang.
Ia lantas membandingkan dengan masalah pelanggaran berat hak asasi manusia, di mana Presiden RI telah menyelesaikannya secara non-yudisial dengan menerbitkan Inpres No. 2 Tahun 2023. ”Kami beranggapan, tuntutan FLAPK ini juga bisa diselesaikan setinggi-tingginya melalui Inpres,” pungkas Kusdiana.