Ternyata kalangan manager yang demikian (tampak) sibuk mengerjakan banyak hal, juga ditengarai rata-rata hanya punya 10% perhatian penuh atas urusan yang paling utama. Ini diungkapkan Heike Bruch dan Samantha Ghosal sekian tahun silam dalam Beware the Busy Manager, salah satu artikelnya di Harvard Business Review (HBR).
Yang 90% lainnya? Disedot oleh pelbagai hal yang diragukan punya kaitan dengan tanggung jawab mereka. Di masa banjir distraksi belakangan ini, antara lain akibat media sosial dan gosip politik, situasinya bisa lebih parah. Mampu fokus 10% untuk kewajiban utama sudah bagus.
Apa yang dapat Anda harapkan dari kalangan pimpinan yang dalam proses pengambilan keputusan mereka hanya berdasarkan pertimbangan dua jurus, binary choice, dengan tingkat fokus pada urusan utama organisasi hanya 10%?
Kita dapat melihat sejumlah contoh organisasi atau institusi yang stagnant, mengabaikan stakeholders, menghasilkan kebijakan ugal-ugalan.
Di tingkat lokal misalnya, memaksakan kebijakan parkir berbayar jam-jaman bagaikan di mal, tapi ini di kawasan komersial yang tidak ramai pengunjungnya, dengan jumlah tenant cuma belasan.
Di level nasional contohnya kebijakan hilirisasi nickel yang harus menghadapi kenyataan pahit — lingkungan terlanjur rusak, harga nickel di pasar dunia terus turun. Para produsen mobil listrik (EV) seperti Tesla, Ford, dan BYD (China) tidak mau lagi menggunakan baterai berbahan nickel. Mereka pilih mengandalkan baterai LFP (lithium iron phospate).
Sebaliknya, proses pengambilan keputusan didasarkan pada pertimbangan berkepenjangan, mengumpulkan kelewat banyak data dan opini, juga tidak sehat. Menghamburkan resources (kecerdasan, waktu, uang) dan dapat menimbulkan analysis paralysis.
Jadi bagaimana agar pengambilan keputusan efektif?
Temukan titik equilibrium antara binary choice dengan pertimbangan mendalam. Ini perlu sikap rendah hati, keseimbangan, bukan kesombongan – salah satu perilaku negatif orang sukses (sudah jadi pimpinan, manager) yang menyebabkan pikirannya mandeg, setara remaja.
Seperti otot-otot di tubuh kita, proses pengambilan keputusan juga dapat dilatih secara berkesinambungan agar tetap agile. Ini salah satu langkah agar Anda kelak pantas disebut eksekutif – manager atau pemimpin — yang efektif.