Mohamad Cholid, Certified Executive and Leadership Coach
“Saat Anda merasa sudah nyaman, atau hebat, tidak perlu bantuan siapa pun, ketika itulah Tuhan meninggalkan Anda,” kata kalangan Ulama.
Untuk urusan bisnis, nasihat tersebut selaras dengan fakta yang disampaikan Michael E. Gerber: “The problem with most failing businesses I’ve encountered is not that their owners don’t know enough about marketing, management, and operation. But they spend their time and energy defending what they know.” Ini jebakan merasa sudah sukses.
Kasus semacam itu banyak terjadi, mungkin dialami juga oleh teman atau saudara Anda. Itulah ketika orang-orang merasa diri pintar dan selalu benar, karena bergelar doktor atau bahkan jadi staf ahli di kementerian, ikut mengelola bisnis sesuai caranya sendiri tanpa mau melihat realitas dari perspektif berbeda. Dampaknya, kalau bisnis tidak oleng, ya mandeg – minimal ini yang terjadi: upaya sudah besar, profit biasa saja. Prestasi “no up – up”.
Michael Gerber layak disimak. Sudah lebih dari 30 tahun dia dan tim membantu puluhan ribu usaha menengah, di bawah Rp 1 trilyun, atau growing companies, di pelbagai tempat di dunia.
Kita tidak perlu menutupi fakta di sekitar kita hari-hari ini. Sejumlah usaha rintisan yang tumbuh berkali-lipat, yang sebagiannya bahkan dikelola oleh pelaku usaha kondang pun, tidak luput dari tragedi akibat arogansi para pimpinan yang merasa bisa mengatasi semua urusan. Tapi faktanya terjadi PHK besar, harga saham di bursa menukik ke titik rendah.
Apa yang sesungguhnya terjadi?
Organisasi apa pun, apakah itu bisnis, nonprofit, dan institusi kemasyarakatan, pada dasarnya menggambarkan perilaku kepemimpinan para pengelolanya.
Tingkat pertumbuhan organisasi tidak mungkin dipaksa lebih hebat dibanding level kompetensi para pengambil keputusan di dalamnya. Kalau organisasi mau dibesarkan, para pimpinannya sepatutnya menumbuhkan diri dulu, tidak usah ngotot merasa sudah pintar. Perlu memperkuat cara melihat kenyataan dengan pelbagai perspektif, membuka hati dan pikiran agar lebih mampu memahami dinamika hari ini as it is – yang bisa jadi terasa pahit, tidak sesuai mimpi.
Perlu juga disadari, cara sukses kemaren atau di institusi lain, tidak ada jaminan bisa diterapkan untuk meraih sukses hari ini, apalagi di organisasi beda dengan dinamika perubahan yang makin sulit diprediksi.
Para eksekutif (yang sempat) sukses di tempat lain, di organisasi sekarang tendensinya berperilaku passive aggressive dan dapat merugikan semua pihak. Indikasinya, antara lain, tidak mau menerima feedback dari sejawat, peers, apalagi tim. Akuntabilitasnya rendah.