Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Hari-hari ini perbincangan publik Indonesia sedang teralihkan dengan adanya aplikasi yang banyak diperbincangkan oleh hampir semua kalangan yakni “Koin Jagat”.
Secara sosiologis hal tersebut didorong oleh makin sulitnya hidup saat ini, meski secara resmi PPn 12% tidak jadi diberlakukan, namun faktanya secara sporadis beberapa gerai makanan dan tempat belanja masih mencantumkan besaran angka tersebut, alasannya karena sudah telanjur diprogram semenjak akhir tahun lalu dan pemberitahuan pembatalannya mendadak sehingga belum diprogram ulang, sungguh konyol karena lagi-lagi rakyat (jelata) yang menjadi korban.

Jadi dengan munculnya “harapan” berupa sebuah Aplikasi yang secara virtual -namun (katanya) bisa dikonversikan secara nyata- menjadi Perunggu, Perak dan Emas dalam Aplikasi “Koin Jagat” ini, masyarakat bak mendapat harapan layaknya mencoba Permainan “Porkas” alias SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) di era tahun 80-an silam.
Kata mereka yang sudah bermain, “Lumayan iseng-iseng daripada tidak ada yang bisa diharapkan setelah negara dirampok selama sepuluh tahun terakhir,” katanya. Tentu hal ini merujuk juga pada publikasi terakhir soal Presiden ke-7 Indonesia JkW yang (berhasil) masuk ranking korup dunia versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Dengan maraknya Aplikasi “Koin Jagat” yang dengan sangat mudah diunduh melalui Appstore pada HP iPhone atau Playstore pada HP Android, maka mayarakat sejenak melupakan kasus Budi Online yang masih saja mewabah hingga kini.
Padahal penulis sudah sampaikan kalau Menkomdigi mau tegas tinggal usulkan ke Presiden untuk cabut PP No. 71/2019 yang menjadi biang kerok maraknya server Budol tersebut di luar negeri (karena sebenarnya PP No. 82/2012 sudah sangat bagus untuk mewajibkan data server harus di Indonesia sehingga mudah penutupannya).
“Koin Jagat” ini juga membuat masyarakat sedikit lupa akan kelakuan si Fufufafa yang sangat kampungan, porno, nur etika bahkan rasis itu, padahal terakhir dia ‘tercyduk’ tampak sangat kesulitan membolak-balik dokumen yang mau dibaca, maklum IQ-nya hanya 78 kata Netizen.
Kasus lain yang “terselamatkan” oleh aplikasi ini adalah insiden Patwal mobil mewah RI-36 milik Utusan Khusus bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni Raffi Ahmad, yang oleh Netizen juga sebenarnya layak “di-Miftah-kan” karena sudah melakukan hal yang merugikan nama baik Presiden Prabowo Subianto.
Tetapi jangan khawatir, kasus-kasus tersebut, terutama Fufufafa tidak akan menguap karena pasti akan muncul kekonyolan bahkan kelakuan yang akan dibukakan karmanya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT.