Sabtu, Maret 1, 2025

Danantara: Panduan untuk Orang Idiot

Must read

DARI SAHAM BLUE CHIPS, SEPAKBOLA HINGGA ALIBABA

SWF Norwegia, The Pensiun Fund Global, memanfaatkan modalnya untuk membeli saham-saham perusahaan blue-chip di bursa-bursa dunia. Hampir semua portfolio investasi SWF Norwegia itu ada di luar negeri. Norwegia kini memiliki 1,5% saham dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham dunia.

Nampaknya kecil, tapi itu mewakili kepemilikan saham di sekitar 9.000 perusahaan terbaik di dunia. Dengan cara itu, Norwegia sebenarnya juga memanfaatkan bakat usaha terbaik dari seluruh dunia untuk mendatangkan laba terus-menerus, yang memungkinkan Norwegia menjadi salah satu welfare state paling mewah di dunia.

Kuncinya adalah diversifikasi: memutar uang SWF di sektor yang beragam di seluruh dunia, khususnya di negeri ekonomi maju, sehingga aman dan mendatangkan keuntungan yang stabil.

Cara Norwegia itu belakangan diikuti oleh SWF dari Timur Tengah. SWF dari Arab Saudi, misalnya, membeli perusahaan real-estate di Inggris. Atau membeli saham klub sepakbola seperti Newcastle United. Emirat juga menguasai saham Manchester City Group dan Qatar membeli Paris Saint Germain, serta menjadi sponsor klub terkenal seperti Arsenal dan Barcelona. Jeddah (Arab Saudi) juga belum lama ini menggelar pertandingan final supercopa Spanyol antara Barcelona vs Real Madrid.

Itu semua bagian dari langkah diversifikasi ekonomi, agar mereka tak tergantung hanya pada minyak yang akhirnya akan habis juga.

Temasek Singapura juga punya sebagian besar portofolio investasi (64%) di negeri-negeri ekonomi maju, termasuk Amerika Serikat. Portofolio investasi Khaznah Malaysia masih sekitar 53% di dalam negeri, termasuk dalam saham-saham BUMN-nya.

Tapi, tahun lalu mulai agresif mendanai proyek investasi di luar negeri dan membeli saham perusahaan asing seperti Alibaba. Tujuannya? “Untuk mengurangi risiko ketergantungan pada ekonomi dalam negeri” dengan mengikuti jejak Singapura dan Norwegia.

Indonesia tidak punya kemewahan seperti itu. Alih-alih menanamkan modal di luar negeri, Indonesia sendiri masih membutuhkan banyak investasi untuk menumbuhkan ekonomi dan membuka lapangan kerja di dalam negeri. Apa kata orang jika uang Danantara dipakai untuk membiayai perusahaan asing sementara kita masih dihantui pengangguran dan kemiskinan kronis?

Terlebih lagi, Presiden Prabowo sendiri bersumpah akan mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% antara lain lewat pembangunan mega-proyek hilirisasi. Pemerintah berambisi membiayai sendiri sejumlah megraproyek itu dengan modal awal Danantara. “Kami tidak akan mengemis investasi asing,” kata Presiden Prabowo. “Kita harus menjadi negeri mandiri.”

Pernyataan gagah seperti itu tidak bertahan lama. Lewat Danantara, tak hanya Indonesia akan makin banyak menumpuk utang, tapi juga menjadi sasaran investasi asing yang menjadikan Indonesia sekadar pasar. Qatar, misalnya, dalam waktu dekat akan investasi untuk membangun dan menjual 1 juta apartemen/rumah di Indonesia.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article