Anggota Komisi Kajian Ketenagakerjaan MPR RI Nuzran Joher memprediksi, demokrasi Indonesia ke depan cenderung akan digerakkan melalui media sosial sebagai dampak pesatnya perkembangan dunia digital dalam berbagai platform saat ini.
“Demokrasi digital juga menjamin adanya prinsip egaliter, sehingga kita harus belajar memberi ruang bagi setiap orang untuk berekspresi,” kata Nusran dalam webinar literasi digital bertajuk “Dampak Positif Bermedia Sosial” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (3/8/2021).
Nusran juga mengatakan, dengan bebasnya alam demokrasi yang ditunjang kemajuan digital saat ini, maka jika ada perbedaan pandangan, yang perlu dilakukan hanyalah memberi banyak ruang untuk diskusi-diskusi yang sehat untuk membangun pemahaman bersama.
Di ruang digital saat ini, ujar Nusran, kecakapan budaya digital terkait demokrasi dan toleransi yang tercermin dalam sila ke 4 Pancasila: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
“Setiap aktivitas menggunakan media sosial dimulai dengan kesadaran untuk mengetahui, mengeksplorasi, menyeleksi, dan mengelaborasi informasi publik, yang berhak diakses dari lembaga publik sebagai pertanggungjawaban akuntabilitas dan transparansi,” tegas Nusran.
Dalam alam demokrasi digital, Nusran melanjutkan, semua orang tetaplah sama di mata hukum. Sebagai warga negara kita berhak berpartisipasi aktif dalam proses demokratisasi, dengan menghormati pendapat orang lain, mengutamakan musyawarah untuk mufakat, taat hukum, transparan dan akuntabel.
Toleransi, ujar Nusran, menjadi satu kata kunci membangun ruang digital yang sehat di alam demokrasi digital ini. Toleransi ini bisa dipupuk melalui media sosial.
“Dari toleransi baik dunia maya dan nyata, artinya kita bisa menerima nilai-nilai orang lain, tali persaudaraan semakin erat meski terdapat banyak perbedaan, membuat hidup jadi lebih harmoni damai, makin memiliki rasa cinta terhadap Tanah Air karena menerima keberagaman dan meningkatkan rasa keimanan,” tuturnya.
Media sosial, sambung Nusran, memiliki peran memperkuat demokrasi. Sebab medsos bisa menjadi panggung bagi tiap pengguna, warga negara menyampaikan pemikiran dan opininya.
“Di medsos, masyarakat dapat menyampaikan opini, kritik dan saran juga ide konstruktif terhadap regulasi yang diambil pemerintah,” ujarnya.
Medsos di satu sisi memberi kekuatan masyarakat dan pengguna menyampaikan aspirasi secara langsung, tidak melalui perantara. Selain itu, manfaat medsos juga bisa untuk politik praktis meraih simpati dalam berkampanye di dunia online.
“Medsos dapat digunakan lembaga masyarakat hingga pemerintah untuk menyosialisasikan berbagai program,” ujarnya.
Nusran mengatakan, kebebasan di era digital juga hendaknya menganut prinsip demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila sendiri antara lain menjamin kebebasan berekspresi, pers yang bebas, keberadaan parpol, pembagian kekuasaan, ada pemilu, hak-hak minoritas dijamin, supremasi hukum, pemerintahan yang konstitusional, peradilan tidak memihak dan manajemen lembaga publik yang terbuka.
Narasumber lain dalam webinar itu, Amhal Kaefahmi, pengawas madrasah Kemenag Kota Semarang, mengatakan bahwa tantangan etis bermedsos pertama muncul dari keragaman kompetensi setiap individu yang bertemu di ruang digital.
“Ada generation gap yang menunjukkan perbedaan perilaku antara native dan migrant generation, dalam kecakapan digital,” ujarnya.
Amhal mengatakan, generasi saat ini juga memiliki pengalaman etis yang berbeda antara luring dan daring. Keragaman kecakapan digital membawa konsekuensi perbedaan dalam berinteraksi, berpartisipasi dan berkolaborasi di ruang digital.
Webinar kali ini turut menghadirkan narasumber Kepala MAN 4 Kebumen Muhammad Siswanto dan konsultan media Prasidono Listiaji.