Senin, November 25, 2024

Dunia empiris digital harus berkarakter kemanusiaan dan keilahian

Must read

Rektor IAIN Kudus Dr. Mudzakir mengatakan, pendidikan karakter adalah proses internalisasi nilai-nilai sosial, susila, dan religius agar menjadi pribadi yang konsisten dan komitmen terhadap nila-nilai itu. Nilai kemanusiaan dan religiusitas tersebut berlaku umum, universal dan untuk segala zaman.

”Nilai-nilai sosial, susila, religius itu universal. Bentuk dan terapannya dinamis. Ada yang menyesuaikan perkembangan zaman, ada yang dipertahankan sebagai kearifan lokal,” ujar Mudzakir saat menjadi pembicara pada webinar literasi digital bertema ”Tantangan Pembelajaran Digital dalam Pendidikan Karakter” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Kamis (2/9/2021).

Dalam paparannya, Mudzakir menyebutkan, dua aspek utama untuk meningkatkan pendidikan karakter yakni dunia empiris dan dunia transendental. Dalam dunia empiris, kini yang dihadapi adalah era digital yang menuntut adaptasi agar tak tertinggal kemajuan zaman. Namun harus diingat, dunia empiris ini hanyalah sementara, karena semuanya akan menuju kepada dunia transendental (akhirat).

”Banyak orang terlena dengan kehidupan di dunia empiris hingga lupa pada tujuannya dunia transendental (akhirat). Nilai kemanusiaan (sosial dan susila) dan religius sekarang ini makin tipis, sehingga dibutuhkan pendidikan karakter yang bersifat empiris, sekaligus tidak melupakan tujuan transendental,” jelas Mudzakir kepada 250-an partisipan webinar siang tadi.

Dalam dunia empiris, lanjut Mudzakir, kini kita telah memasuki era masyarakat 5.0 (smart society) yang merupakan perkembangan era industri 4.0 (era digitalisasi). Era ini ditandai dengan segala sesuatu yang berbasis data empiris, namun banyak yang lupa ketika bermedsos dunia digital akan menyisakan jejak digital yang tak terhapuskan.

Agar dunia empiris tidak menyusahkan dan meninggalkan jejak buruk, maka ketika bermedia digital hendaknya menggunakan data maupun pengetahuan yang objektif sesuai dengan nilai-nilai sosial, kemanusiaan, serta keilahian. ”Dunia empiris digital harus bermanfaat untuk tujuan sosial kemanusiaan dan keilahian,” tegas Mudzakir.

Mudzakir menambahkan, dunia digital diakuinya memiliki peluang dan tantangan yang harus dihadapi. Dalam ranah pendidikan, misalnya, dunia digital telah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Tantangan dunia digital ialah kemampuan mengintegrasikan kecanggihan teknologi dengan nilai sosial, susila, dan religius, maupun menavigasi teknologi digital untuk kehidupan sosial, susila, dan religius juga.

Narasumber lain pada webinar ini, masih dari IAIN Kudus, Dr. Ihsan mengatakan, ada tiga kecenderungan global yang melanda dunia saat ini. Di antaranya: revolusi digital, yang membuat hidup menjadi mudah dan nyaman; perubahan peradaban, yang mengubah tatanan dan sendi-sendi kehidupan, kebudayaan, dan kemasyarakatan; dan fenomena abad kreatif, yang menempatkan kreativitas, inovasi, dan jejaring sebagai sumber daya strategis.

Ketiga kecenderungan global itu, di Indonesia tercermin dalam perilaku masyarakat yang telah menjadikan internet sebagai bagian dari kebutuhan pokok. Sebanyak 40 persen warganet mengakses internet lebih dari 3 jam per hari. Warganet semakin gemar berinteraksi di sosial media, mengunggah video, bermain game daring dan berbagi data sesama warganet.

”Pulsa dan ongkos koneksi lebih penting daripada makan dan minum. Dompet boleh ketinggalan, namun ponsel jangan sampai ketinggalan di rumah,” kata Ihsan.

Namun, sambung Ihsan, meskipun beraktivitas di dunia digital hendaknya tidak melupakan nilai-nilai karakter utama sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017. Di antaranya religius, integritas, nasionalis, mandiri, dan gotong royong, sekaligus mengamalkan butiran nilai yang terkandung dalam nilai utama tersebut saat di dunia digital. ”Pendidikan karakter bertujuan membentuk pribadi berakhlak mulia yang mendasari kecerdasan hati, pikir, rasa, dan raga,” tegas Ihsan.

Diskusi vitual yang dipadu oleh moderator Anneke Liu itu, juga menghadirkan narasumber Bevaola Kusumasari (dosen Departemen Manajemen Kebijakan Publik Fisipol UGM), I Komang Sumerta (dosen Universitas Ngurah Rai Denpasar), dan L-Men of The Year 2020 Fadhil Achyari selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article