Kamis, Desember 26, 2024

Amunisi literasi digital bagi siswa menghadapi transformasi digital

Must read

Literasi digital menjadi sangat penting ketika transformasi digital semakin pesat berkembang. Tidak pandang bulu seluruh elemen masyarakat dituntut untuk mau beradaptasi, atau tertinggal. Literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety itu kini disosialisasikan oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, dalam gelaran webinar literasi digital, Rabu (6/10/2021).

Narasumber Ahmad Faridi dari Sub Koordinator Perencanaan Data Informasi Kemenag Jateng menjelaskan bahwa seluruh masyarakat, dalam hal ini khususnya siswa dan generasi muda, harus memiliki kecakapan literasi digital yang baik. Yaitu tidak hanya mampu mengoperasikan alat dan sistem informasinya tetapi juga mampu bermedia dengan penuh tanggung jawab.

Kaitannya dengan etika digital, anak dituntut lebih untuk dapat berinteraksi di ruang digital tanpa melanggar batasan-batasan. Sebab ada batasan yang harus dipegang oleh seluruh pengguna media digital yaitu etika. Etika digital merupakan sistem nilai yang menentukan baik dan buruknya suatu tindakan yang disertai dengan etiket atau tata cara berinteraksi.

Proses interaksi yang baik didukung oleh etika dan etiket oleh penggunanya. Kontrol dari dalam diri ketika bergaul sangat penting agar ruang digital dibanjiri dengan rasa nyaman dan aman.

“Maka terapkan etika yang ada di dunia nyata ke dalam ruang digital, bagaimana dalam berucap, bertutur kata, dan dalam berperilaku harus  dilakukan dengan hati-hati. Kita harus menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain,” ujar Ahmad Faridi.

Urgensi etika dan etiket penting diterapkan karena kebebasan di ruang digital kerap membuat pengguna lupa dan sering kebablasan dalam berekspresi. Di media sosial, etiket komunikasi sangat penting karena kaitannya dengan privasi orang lain. Aturannya pengguna tidak boleh melakukan tangkap layar percakapan privat dan disebar ke ruang publik atau diberikan kepada orang lain, serta cermat dan bijak menggunakan emoji agar tidak menyinggung orang lain, serta tidak sekalipun menyinggung SARA.

“Begitu juga etika dan etiket di ruang obrolan harus menjaga privasi orang lain, memperkenalkan diri ketika mengontak orang yang belum dikenal atau menghubungi guru dengan bahasa yang sopan. Ketika memasukkan orang ke ruang obrolan juga perlu meminta izin terlebih dahulu kepada yang bersangkutan, serta tidak meneruskan pesan yang belum terverifikasi kebenarannya,” jelas  Ahmad Faridi.

Dalam bermedia digital, Eddie Siregar (penggiat empat pilar kebangsaan) menambahkan bahwa sesama pengguna platform digital harus saling menghormati hak-hak digital. Dalam konteks anak, mereka juga sama memiliki hak sepenuhnya untuk menggunakan teknologi dan akses internet. Hak digital anak harus dihargai dan dihormati sepenuhnya, sebab di masa pandemi anak-anak dituntut melakukan pembelajaran secara daring sehingga mau tidak mau akses ke ruang digital tidak terelakkan.

“Namun perlu diingat anak sangat rentan terpapar aktivitas-aktivitas yang mencemaskan seperti perundungan, hoaks, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya. Ini menunjukkan bahwa mereka membutuhkan bimbingan dan pendampingan dari orang dewasa, sebab anak belum mampu membentengi diri dari berbagai efek buruk ancaman keamanan digital. Khususnya dalam mengonsumsi pesan dan informasi yang disiarkan melalui berbagai media digital,” ujar mantan Sekjen MPR itu.

Perlu adaptasi budaya Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar pendidikan karakter anak untuk menghadapi interaksi di ruang digital. Pendidikan karakter diajarkan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme sekaligus menumbuhkan budi pekerti yang baik, karena nilai Pancasila sudah mencakup semua aspek kehidupan bersosial. Baik nilai toleransi, gotong royong, menghormati sesama, dan menjunjung nilai kebersamaan dan nasionalisme.

“Anak harus didorong membiasakan budaya digital yang positif dengan mengedukasi anak untuk memproduksi konten yang baik, benar, dan bermanfaat. Mampu memahami batasan kebebasan berekspresi, mampu membedakan keterbukaan informasi dan menghargai privasi, serta mampu membedakan informasi bohong dan informasi fakta,” lanjutnya.

Kegiatan yang dimoderatori oleh Yesica (presenter) ini juga diisi oleh narasumber lainnya yaitu Farah Aini Astuti (Founder Yayasan Svadara Warna Indonesia), Nuzran Joher (anggota komisi kajian ketatanegaraan MPR RI). Serta Bella Nabila (produser) yang hadir sebagai key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article