Senin, November 25, 2024

Bersama wujudkan etik dalam praktik e-market Indonesia

Must read

Pandemi Covid-19 menjadikan proses transaksi masyarakat secara konvensional berkurang sangat drastis. Imbasnya, transaksi via daring menjadi jawaban atas segala kebutuhan untuk bertahan hidup. Apa pun, di mana pun, kapan pun e-market selalu bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang.

Itulah antara lain isu yang dibahas dalam Webinar Literasi Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Magelang, 15 Juni lalu. Mengusung tema besar ”Komoditi dan Produk Lokal dalam e-Market”, diskusi virtual ini dibuka oleh narasumber dari Kaizen Room, Taty Aprilyana, yang mendefinisikan e-market sebagai pasar yang memanfaatkan media online untuk proses transaksi penjual dan pembeli. Seluruh barang dan layanan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat kini tersedia di e-market.

Dengan 202 juta pengguna internet yang ada di Indonesia, fenomena ini memunculkan pertanyaan menarik: produk apa saja yang paling banyak dicari pada layanan e-market?. Taty lantas memaparkan data dari Katadata Indonesia bahwa terdapat lima produk yang paling dicari oleh masyarakat. Yakni, produk fashion, produk kecantikan, peralatan rumah tangga, gawai, dan pulsa.

”Bisnis itu lebih dari sekadar jual beli. Bisnis juga terkait dengan hajat hidup orang banyak. Itu sebabnya, ada etika bisnis juga dalam e-market,” tutur Taty dalam webinar yang dipandu oleh moderator Mafin Rizqi itu.

Taty menjelaskan beberapa prinsip dalam etika bisnis e-market yang pada dasarnya sama dengan etika bisnis konvensional. Misalnya, berperilaku baik, keadilan, loyalitas, dan kejujuran. Prinsip ini diharapkan mampu dipegang teguh oleh seluruh pelaku bisnis yang menggunakan e-market sebagai media transaksi.

Taty juga memaparkan data, pertumbuhan e-market di Indonesia pada tahun 2020 adalah yang paling tinggi di dunia. Hal tersebut juga berhubungan dengan meningkatnya nilai transaksi e-market yang menembus angka Rp 266,3 triliun.

Fakta menarik lain dijelaskan oleh Taty: 88 persen masyarakat Indonesia menyukai produk lokal yang dipasarkan melalui e-market. Akan tetapi, di sisi lain, terdapat fakta kontradiktif yang menunjukkan bahwa hanya terdapat 10 persen produk lokal yang dipasarkan melalui e-market.

Fakta tersebut diperkuat oleh Freesca Syafitri, narasumber kedua, yang mengutip data Kemendag tahun 2020. Kata dia, produk lokal masih memiliki persentase yang rendah pada sektor e-commerce, yakni sebesar 6 – 7 persen.

Freesca juga memaparkan beberapa produk potensial yang bisa dikembangkan dan dikombinasikan melalui e-commerce di Kabupaten Magelang. ”Kita harus memiliki strategi yang tepat untuk menghadapi globalisasi dalam memasarkan produk di e-commerce,” ujar Freesca.

Kembali ke Taty Aprilyana. Ia menjelaskan, untuk meningkatkan potensi bisnis produk lokal, perlu upaya keras dari seluruh stakeholders yang menyuarakan narasi kebanggaan pada produk lokal. Iklim bisnis yang kompetitif dalam berbagai komoditi juga harus ditunjukkan oleh pelaku bisnis dalam menghadapi dinamika persaingan dengan produk impor. ”Mari aktif menjadi warganet yang cakap digital untuk mewujudkan etik ke dalam praktik,” ajak Taty, mengakhiri paparannya. Untuk diketahui, kegiatan webinar literasi digital merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital. Webinar untuk masyarakat Kabupaten Magelang ini juga dihadiri narasumber Riska Farihah (Neswa.id), Traheka Erdyas Bimanatya (FEB UGM), dan Ranny Rach selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article