Kamis, November 7, 2024

Menjadi cerdas di era digital, bagaimana caranya?

Must read

Masyarakat mudah sekali tersulut amarah. Media sosial kerap diisi kalimat-kalimat sumpah serapah, kebohongan dan berbagai manipulasi. Ini merupakan sebuah pertanda masih rendahnya pemahaman literasi di kalangan masyarakat. Itu ditegaskan Agus Widayako, pengasuh pondok pesantren Trensains Muhammadiyah Sragen, saat menjadi pemateri dalam kegiatan webinar literasi digital yang digagas Kominfo RI di Kabupaten Sragen, 6 September 2021.

Ia mengingatkan budaya toleransi, kerukunan dan gotong royong merupakan jati diri dan kekhasan yang dimiliki bangsa Indonesia. Menurutnya, belum ada sejarah peperangan yang terjadi di Indonesia akibat dari perbedaan agama. Indonesia sangat menghargai perbedaan dan kemajemukan.

“Sehingga, tradisi itu harus terus dirawat ketika kehidupan kita sudah beralih dari nyata ke kehidupan maya. Nilai-nilai toleransi dan kemajemukan, saling menghargai itu harus terus dihidupkan di ruang maya. Ini penting untuk merawat persatuan,”jelasnya.

Ia mengaku khawatir dengan dampak negatif digitalisasi. Karena itu, ia mengingatkan para santri dan peserta webinar untuk terus mengasah kemampuan literasi digital agar menggunakan teknologi untuk kebaikan, menyebarkan kebermanfaatan, bukan malah menjadi sarana adu domba dan perpecahan.

Sementara Susanto Polamolo, S.H., M.H, Direktur Bengawan Institute sebagai pembicara berikut lebih menukik membahas mengenai kecakapan digital. Menurutnya, cakap digital itu merupakan kemampuan mengoperasikan gawai dengan bijak. Lebih dari itu, adalah kemampuan memanfaatkan teknologi, dan paham hukum.

Ada dua hal penting, menurutnya, yang perlu dipahami dalam hidup di dunia maya. Pertama harus mengerti cara mengatur gawai, seting media sosial, menggunakan kata kunci di mesin pencarian, cakap memproduksi dan mendistribusikan konten baik. Kedua, penting bagi para pengguna untuk memahami tentang hoaks dan cara melawannya di media sosial.

“Karena semua orang bisa menulis dan komentar apa saja tanpa batas, sehingga memungkinkan sebuah informasi tersebar dengan tercampur kebohongan maupun opini. Makanya kita harus cerdas dan pandai memilah mana berita hoaks mana yang fakta,”katanya.

Ia mengingatkan peserta webinar bijak dalam menggunakan media sosial. “Terus asah berpikir reflektif. Kira-kira postingan saya ini bermanfaat tidak? Apakah komentar saya ini akan menyinggung orang lain? Nah cara berpikir reflektif ini yang harus terus ditumbuhkan,”jelasnya.

Webinar ini terselenggara atas inisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Berlangsung hampir tiga jam penuh, Kominfo mengundang sederet pembicara handal di bidangnya. Ada Aulia Putri, Fasilitator Nasional yang juga turut membagikan ilmunya dari perspektif keamanan digital. Kemudian Arif Hidayat, Dosen Universitas Negeri Semarang yang lebih banyak berbagi pengetahuan tentang etika digital.

Acara kemudian ditutup dengan sharing dan diskusi bersama Key Opinion Leader, Ari Lyla, Vokalis Lyla Band. Tanya jawab dari peserta menjadi penutup acara webinar literasi digital tersebut.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article