Dosen Universitas PGRI Yogyakarta, Iis Lathifah Nuryanto, mengakui sebagian besar pelajar tidak bisa membedakan hoaks dan fakta. Kesulitan ini bisa jadi disebabkan oleh faktor minimnya literasi digital.
“Siswa juga kesulitan untuk menentukan apakah berita tersebut dapat dipercaya atau tidak dan hasilnya mempengaruhi keputusan mereka untuk membagikannya lebih lanjut,” ujarnya saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (6/10/2021).
Untuk menyelidiki hal ini, lanjut dia, para peneliti dari Stanford’s Education History Group mensurvei 7.800 siswa yang duduk di bangku SMP hingga kuliah. Mereka diberi beberapa berita dan diminta menilai apakah berita tersebut dapat dipercaya atau tidak.
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks adalah berita bohong atau berita tidak bersumber. Informasi yang sesungguhnya tidak benar itu dibuat seolah-olah benar dan diverifikasi kebenarannya. Dengan kata lain, sebagai upaya memutarbalikkan fakta.
Menurut Iis, berita hoaks kerap kali membubuhi judul sensasional yang provokatif. Misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa dicomot dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoaks.
Narasumber lainnya, Daniel J Mandagie, menyatakan saat ini semakin mudah mendapatkan informasi secara online dan real time karena media yang bervariasi dan saling terhubung satu sama lain. Harapannya pengguna internet mendapatkan benefit lebih.
Dia juga mengakui berita bohong membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan dan bahkan salah.
Dipandu moderator Thommy Rumahorbo, webinar bertema ”Bersama Lawan Kabar Bohong” kali ini juga menghadirkan narasumber Ryan Sugiarto (Dosen Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa Yogyakarta), Kokok Herdhianto Dirgantoro (Founder and CEO Opal Communication), Eisti’anah (Bupati Kabupaten Demak) sebagai Keynote Speech, Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Sheila Siregar (Public Relations) sebagai Key Opinion Leader.