Teknologi menjadi sebuah instrumen mencapai tujuan. Teknologi telah mempengaruhi pola pikir manusia itu sendiri, akibatnya secara tidak langsung teknologi juga mempengaruhi tindakan dan pola hidup manusia.
“Teknologi digital sesungguhnya sudah menunjukkan dampaknya pada semua sektor seperti pemerintahan, perdagangan, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, agama, seni, ekspresi budaya, perencanaan kota, pengendalian bencana, dan banyak lainnya,” ungkap Nurly Meilinda (Dosen Universitas Sriwijaya/IAPA), saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (6/10/2021).
Namun diakui, teknologi kadang-kadang juga mengacaukan kebenaran, karena viral dianggap lebih penting dari kualitas dan etik. Inilah salah satu tantangan transformasi digital.
“Transformasi digital mengarahkan kita pada bentuk-bentuk miskomunikasi, misinformasi, disinformasi dan hoaks. Kemudahan berkomunikasi menyebabkan munculnya sikap spontanitas yang keluar begitu saja tanpa pikir panjang,” jelasnya.
Seperti diketahui, Indonesia menempati rangking lima negara yang memiliki pengguna internet terbesar. Banyak platform media sosial makin diminati terutama pada masa pandemi.
Ini tidak lepas dari manfaat internet untuk meningkatkan industri kreatif, demokrasi dan kebebasan. Sebenarnya Indonesia tidak kekurangan modal kreativitas, hanya saja masih kurang dalam mengintegrasikannya, misalnya menghubungkan produk dengan dunia luar.
Dia menyebutkan dampak rendahnya literasi digital mengakibatkan seseorang tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial atau polarisasi di ruang digital.
Selain itu, juga tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital, tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi.
Presiden RI Joko Widodo pernah berpesan untuk membanjiri ruang digital dengan konten-konten positif supaya yang negatif tidak dapat tempat. “Kita harus tingkatkan kecakapan digital masyarakat agar mampu menciptakan lebih banyak konten-konten kreatif yang mendidik, yang menyejukkan, yang menyerukan perdamaian,” ujarnya menirukan pesan presiden.
Narasumber lainnya, Danu Anggada Bimantara berpendapat serupa. Seniman tari ini menyatakan saat ini kita berada pada zaman di mana internet seolah telah menjadi kebutuhan primer manusia karena memenuhi hampir seluruh ruang kehidupan.
“Mulai dari hal yang paling sederhana hingga hal yang cukup rumit, semua dapat dikendalikan dan dikerjakan dengan bantuan internet, terlebih di masa pandemi,” kata dia.
Meskipun teknologi dapat memudahkan banyak urusan dan pekerjaan, namun keberadaan internet yang cenderung bebas perlu kebijakan pengguna dalam pemanfaatannya. Masyarakat perlu memiliki literasi digital yang baik agar dapat menjadi pengguna yang baik dan aman dalam berinternet. Dipandu moderator Dannys Citra, webinar bertema Bijak Bermedia Digital kali ini juga menghadirkan narasumber Krisna Murti (Dosen Universitas Sriwijaya/IAPA), M Jadul Maula (Penulis dan Budayawan), Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Jonathan Jorenzo (Content Creator & Entrepreneur) sebagai Key Opinion Leader.