Minggu, November 24, 2024

Jadikan ruang digital sebagai ruang kreatif untuk berprestasi

Must read

Apa yang terjadi setelah sistem pembelajaran kita dipaksa bermigrasi ke kelas online hampir dua tahun terakhir? Untuk menjawabnya, khususnya dalam hal menghadapi tantangan dan kendala dalam proses pembelajaran online di era pandemi, U Report Indonesia (URI) melakukan survei terhadap 3.839 responden dengan isu tersebut dan mendapatkan hasil yang cukup menarik.

Mengacu hasil riset URI, Sunaji Zamroni, peneliti di Alterasi Indonesia dan Dewan Nasional Fitra mengatakan, memang masalah sebagian siswa adalah belum punya gawai atau mesti berbagi gawai dengan anggota keluarga. Atau, dalam bahasa Bantul: gawainya gentenan nganggo, bergantian pakai. Itu masih jadi masalah di 13 persen responden. Begitu juga masalah belum bagusnya jaringan koneksi internet, 35 persen.

”Tapi yang tertinggi dirasakan di era pembelajaran online adalah kurangnya pendampingan guru, 38 persen. Banyak guru yang belum cakap literasi digital dan membiarkan siswa mencari mandiri dengan tugas-tugas yang mesti dicari sendiri oleh siswa di beragam portal pendidikan di dunia digital. Ini menjadi masalah serius dan perlu segera dicarikan solusi,” papar Sunaji Zamroni dalam webinar literasi digital: Indonesia Makin Cakap Digital besutan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Debindo untuk warga Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, 5 Oktober 2021.

Memang, masih cukup tingginya problem kecakapan literasi bagi guru menjadi kendala ke depan, walau di banyak wilayah mencoba PTM dan menkondisikan blended learning, sebagian kelas tatap muka dan sebagian tugas, dan pelajaran digelar secara online. Tapi, tantangan pembelajaran 4.0 memaksa guru mesti melek digital.

Jadi, lanjut Sunaji, guru dan murid mesti belajar meningkatkan kecakapan digitalnya. Meski di medsos sudah begitu banyak portal materi belajar yang bisa diakses, tapi kehadiran dan peran bimbingan guru menyampaikan materi tetap diinginkan siswa, agar tampil lebih maksimal.

Ajak dan gunakan yang ada di sekitar. Berkolaborasi dengan pengusaha, petani atau peternak, dalam membuat konten pelajaran. Meski itu sekolah dasar atau menengah, akan membuat pelajaran tentang tumbuhan hewan dan ekonomi menemukan fakta di lapangan, kalau pihak terkait divideo dan diajak berbagai pengalaman.

”Ini akan membuat kelas online lebih menarik. Sekaligus solusi agar guru tak mati gaya di depan kelas. Guru muda yang milenial bisa membantu bersinergi dengan guru senior mencurah materi bahan ide-ide yang mau disampaikan. Klop, kedua generasi bisa berkolaborasi di kelas dan siswa lebih semangat mengikuti, tidak jenuh,” saran Sunaji.

Sunaji antusias mengupas tema menarik ”Literasi Digital Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Peserta Didik dan Tenaga Pendidik” yang diikuti lebih dari 800 partisipan secara daring dari sentero Bantul. Dipandu oleh moderator Niken Pratiwi, webinar juga menampilkan tiga pembicara lain: Imam Wicaksono, praktisi pendidikan yang juga CEO Sempulur Craft; Anggraini Hermana, praktisi pendidikan; dan Muhamad Arwani, dosen Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta, serta Sony Ismail, musisi dari Band J-Rock yang tampil sebagai key opinion leader.

Diakui Sony Ismail, sebagai musisi yang berkarya dan juga orangtua siswa, menghadapi era pendidikan online sempat kagok di awal dan gagap. Tapi, melek digital mesti dikuasai ortu, karena kalau kemudian mesti bantu anak siapkan aplikasi Zoom buat anak masuk kelas online dan menyetorkan tugas sekolah lewat aplikasi goglee meet, jadi tidak kagok. Tapi asal mau belajar, ya jadi biasa.

”Anak saya juga lama-lama lincah ambil tugas pelajaran dari Instagram atau TikTok gurunya. Akan membuat anak makin menyenangi pelajaran. Dengan begitu, kerja kolaborasi siswa, orangtua dan guru makin terwujud menyenangkan dan menantang,” cerita Sony Ismail, sumringah.

Hal lain yang penting diperhatikan dalam meningkatkan proses  pembelajaran di kelas online, menurut Anggraini Hermana, adalah peningkatan kualitas materi ajar. Sebab, kualitas tenaga pendidikan berpengaruh pada kualitas peserta didik, di mana sinergi keduanya sangat menentukan kualitas hasil pendidikan. Di sini, kualitas materi ajar sudah sesuai dengan silabus yang diharapkan dan perlunya teaching skill dan metode mengajar sesuai metodologi yang bagus. Kalaupun materi sulit, kalau gurunya jago menyajikan teaching methodologis menarik, anak mudah menyerap dan lupa rumitnya materi dan pelajaran.

”Yang pasti, ke depan, baik guru maupun siswa mesti meningkatkan kecakapan literasi digital agar makin mumpuni. Guru mesti kreatif dan inovatif dan bisa beradaptasi serta berdamai dengan keadaan pandemi. Jadi, mari kita tingkatkan literasi digital agar guru menjadi tenaga didik yang makin berkualitas untuk menciptakan siswa peserta didik yang hebat, berkualitas, dan berprestasi di era digital meski digempur pandemi entah sampai kapan. Ayo, guru dan siswa, buat ruang digital sebagai ruang kreatif untuk menjadi sarana siswa lebih berprestasi,” pungkas Anggraini Hermana.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article