Peran media sosial dalam merawat toleransi melalui ruang digital sangat krusial. Saat ini sebagian peristiwa-peristiwa intoleransi bisa jadi dipicu atau dipanaskan lebih dahulu melalui sikap-sikap dalam ruang digital yang tak mencerminkan prinsip kebhinekaan.
“Sekarang ini, tidak sedikit konten-konten sosial media dibanjiri dengan hal-hal yang negatif, menyuarakan narasi-narasi negatif seperti intoleransi, radikalisme, terorisme dan ekstrimisme,” kata dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Sahid Surakarta, Ahmad Khoirul Anwar, saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (5/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Anwar menuturkan kegaduhan di medsos ini ada kaitannya dengan kebebasan berpendapat bagi pemilik akun medsos. Cara untuk mengembalikan dan merawatnya diharapkan pemilik akun menyuarakan narasi yang menyejukkan dan tidak lagi mengunggah konten negatif.
“Mau tak mau pemilik akun lah yang harus kembali ke kaidah atau warisan pendiri bangsa yaitu musyawarah mufakat toleransi tepo seliro di dunia nyata dan dunia maya,” kata Anwar.
Anwar menuturkan, yang mesti dipahami seluruh pengguna digital bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi yang memberikan hak bagi warga negaranya untuk berpartisipasi atau berpendapat dalam berjalannya suatu negara. Dalam konteks ini media sosial memiliki peran penting dalam penyampaian informasi atau aspirasi dari rakyat kepada pemerintah.
“Dengan adanya medsos dan semakin banyaknya alternatif saluran partisipasi politik, maka semakin memperkuat demokrasi dan berpotensi meningkatkan kualitasnya,” kata dia.
Hal ini juga berarti, peluang masyarakat untuk mengawasi, mengontrol, dan mengkritisi jalannya pemerintahan semakin besar. “Tapi waspadai juga bahaya dalam jaringan internet seperti cyberstalking, cyberbullying, SARA, ujaran kebecian, hoaks,” katanya.
Narasumber lain webinar itu, Hadi Purwanto selaku Kasi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Grobogan mengatakan media sosial seharusnya menjadi sarana meningkatkan toleransi dan demokrasi dalam perspektif etika digital.
“Medsos ini bersinggungan dengan kemajuan teknologi digital yang satu sisi membuat masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi secara online dunia, tapi juga membuat dunia seolah tanpa sekat,” kata dia.
Dalam dunia tanpa sekat itu, lanjut Hadi, perlu dikembangkan etika. Seperti menyadari bahwa penerima informasi di ruang itu adalah sama sama manusia yang memiliki perasaan, akhlak, kekritisan dalam berpikir.
“Maka semua unggahan hendaknya dipertimbangkan dengan matang, tidak asal posting, gunakan bahasa yang elegan dan saling menghargai serta menghormati,” katanya.
Untuk itu, akan lebih baik unggahan di medsos itu yang bersifat mendidik atau Tarbiyah. “Hindari kalimat-kalimat negatif yang dapat melukai perasaan orang lain,” kata dia.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Dosen Ilmu Budaya UNS Solo Muhammad Yunus Anies, marketing and communication specialist Khoirul Anwar, serta dimoderatori Ayu Perwari juga Fadhil Achyari selaku key opinion leader. (*)