Senin, November 25, 2024

Media digital sebagai wadah edukasi toleransi sejak dini

Must read

Kemajuan media digital menjadi sarana bagi gerakan sosial di ruang digital, di mana semua orang dapat beropini dan menyuarakan pendapatnya melalui media sosial.

Media sosial sebagai salah satu platform untuk berinteraksi yang berupa pesan atau chatting, gambar, dan video, kepada khalayak.

Semua platform media sosial mulai Youtube, Facebook, Instagram, dan Twitter ini menjadi konsumsi hampir setiap hari, khususnya oleh generasi milenial.

“Kemajuan media digital yang ada saat ini bukan hanya memberikan tantangan, tapi juga peluang,” ujar dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Novi Kurnia dalam webinar literasi digital bertajuk “Menegakkan Etika dalam Pergaulan di Dunia Maya” yang dihelat Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (9/7/2021).

Dalam webinar yang menghadirkan tiga narasumber lain: Santi Indra Astuti (dosen UNIB), Ahmad Mu’am (dosen UGM), dan Gilang Ramado (Dirut CV Tripsona Indonesia) itu, Novi Kurnia membeberkan setidaknya 12 jenis tantangan dan peluang kemajuan media digital.

“Mulai dari pemberdayaan, kreativitas, partisipasi politik, partisipasi sosial, partisipasi budaya, pembangunan ekonomi, jurnalisme warga, dan toleransi. Selain itu ada pula crowdfunding, crowdsourcing, penguatan kelompok marginal dan pembelajaran,” kata Novi dalam webinar yang dipandu Dwiky Nara dan Ramadhinisari sebagai key opinion leader itu.

Namun Novi juga mengamati perlunya kesadaran soal keamanan digital, terutama bagi generasi yang usianya masih di bawah umur saat ini. Menurutnya, di era digital ini, anak-anak perlu terjaga agar tetap mengenali nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi beragama.

“Media digital sebagai sarana pembelajaran harus sesuai dengan usia mereka, sehingga perlu terus didampingi dan batasi penggunaan gawai berdasarkan kesepakatan,” ujar Novi. Termasuk dalam menjaga data informasi pribadi, harus pula dengan proses persetujuan anak.

“Ingat soal saring sebelum sharing, karena itu menyangkut jejak digital anak,” kata dia. Anak pun perlu didampingi agar bisa turut mengantisipasi ancaman keselamatannya. Misal dari konten radikalisme, perundungan, penipuan, penculikan, perdagangan anak, kekerasan, pelecehan seksual hingga pornografi,” ujar Koordinator Nasional Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital) ini.

Novi menyoroti soal rekam jejak digital yang sulit dihilangkan. “Jangan terjebak dalam wacana-wacana intoleransi bergama,” kata dia.

Tak hanya itu, Novi memaparkan kejahatan digital seperti scam, spam, phising dan hacking juga bisa jadi ancaman bila lengah.

Adapun Santi Indra Astuti selaku dosen UNIB mengatakan, komunikasi di ruang digital kerap menemui tanda-tanda sendiri sesuai jamannya.

“Misalnya komunikasi yang alay itu yang gaul, penggunakan emoji dan emoticon, stiker, GIF dan Meme,” kata Santi.

Komunikasi di ruang digital cenderung menggunakan bahasa yang bebas formal. Melainkan bahasa yang santai dan relatif tidak kaku.

“Tidak masalah dengan bahasa santai dan informal itu, sepanjang sesuai dengan waktu dan tempatnya, juga lawan yang diajak bicara,” ucap Santi.

Sebagaimana wilayah lain, di Kabupaten Karanganyar, Kementerian Kominfo juga akan serangkaian kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.

Serial webinar ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.

Warga masyarakat diundang untuk bergabung sebagai peserta dan akan terus memperoleh materi pelatihan literasi digital dengan cara mendaftar melalui akun media sosial @siberkreasi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article