Kementerian Perindustrian terus berupaya mencari investor baru yang dapat mendukung sektor hilir di industri elektronik dalam negeri. Hal ini guna menghasilkan substitusi bahan baku impor, sekaligus mendorong peningkatkan produktivitas agar bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor.
“Saat ini, pemerintah sedang menargetkan dua hal, yaitu investasi dan ekspor. Untuk itu, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan kemudahan izin usaha serta fasilitas insentif fiskal dan nonfiskal,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto di Jakarta, Minggu (22/9).
Menurut Harjanto, pihaknya telah membidik produsen semikonduktor sebagai salah satu sektor yang bakal menguatkan struktur industri elektronik di Indonesia. “Karena, dengan adanya investasi tersebut, kami optimistis industri kita juga bisa lebih berdaya saing,” tuturnya.
Apalagi, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri elektronik merupakan satu dari lima sektor manufaktur di Tanah Air yang sedang diprioritaskan pengembangannya agar siap menghadapi era industri 4.0. Selain itu, diharapkan menjadi motor penggerak dalam upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jadi, peta jalan itu bertujuan untuk mengakselerasi pertumbuhan industri agar berdaya saing di tengah kompetisi global serta fokus pada upaya peningkatan ekspor sebagai penghela pertumbuhan ekonomi. Asprirasi besarnya adalah mendorong Indonesia menjadi salah satu dari 10 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) di dunia,” papar Harjanto.
Sebelumnya, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto mengemukakan, pemerintah fokus mendorong industri elektronik di dalam negeri agar tidak hanya terkonsentrasi pada perakitan, tetapi juga terlibat dalam lingkaran rantai pasokbernilai tambah tinggi. Langkah strategis ini diwujudkan antara lain melalui peningkatan investasi.
Sepanjang tahun 2018, nilai investasi industri elektronik menyentuh di angka Rp12,86 triliun, naik dibanding tahun 2017 sebesar Rp7,81 triliun. “Tahun ini, ditargetkan ada beberapa investasi baru yang akan masuk, yang secara total nilainya mencapai Rp1,3 triliun dengan proyeksi penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan sebanyak 248,5 ribu orang,” ungkapnya.
Janu mengemukakan, investor tersebut di antaranya dari industri semikonduktor dan komponen elektronik, industri peralatan listrik rumah tangga, industri komputer, barang elektronik, dan optik, serta industri peralatan teknik. Mereka itu, di antaranya PT Sammyung Precision Batam, PT Simatelex Manufactory Batam, PT Pegatron Technology Indonesia, dan PT Siix Electronics Indonesia.
Tembus pasar ekspor
Sementara itu, Kemenperin memberikan apresiasi kepada produsen elektronik di dalam negeri yang telah menembus pasar ekspor. Ini menandakan produk karya anak bangsa mampu berkualitas sehingga digunakan oleh konsumen mancanegara.
“Contohnya, PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) yang baru saja melakukan ekspor perdana mesin cuci dua tabung merek Panasonic dan merek CHIMEI ke Taiwan,” ungkap Dirjen ILMATE. Peningkatan ekspor ini dapat meningkatkan devisa sekaligus menekan defisit neraca perdagangan.
Harjanto pun menyampaikan, pemerintah sedang giat memacu kegiatan ekspor dari sektor manufaktur, termasuk peran industri elektronik. Kemenperin mencatat, sepanjang tahun 2018 nilai ekspor dari industri elektronik mampu menembus hingga USD8,2 miliar atau naik dibanding tahun 2017 yang mencapai USD7,9 miliar. Sementara itu, pada triwulan II-2019, nilai ekspornya sebesar USD3 miliar.
“Oleh karena itu, perusahaan perlu didorong untuk terus berinovasi, meningkatkan kompetensi sumber daya manusianya, memanfaatkan teknologi, dan menambah lini produksinya sehingga dapat bersaing di tingkat internasional serta menambah destinasi ekspornya,” paparnya.
“… selain berupaya kompetitif di pasar global, pihaknya terus berinovasi dan secara konsisten mengembangkan industri kecil dan menengah dalam pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri.”
Presiden Direktur PT PMI, Tomonobu Otsu mengatakan, selain berupaya kompetitif di pasar global, pihaknya terus berinovasi dan secara konsisten mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM) dalam pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). “Saat ini, produk mesin cuci kami, TKDN-nya telah mencapai 37% dan masih akan terus ditingkatkan,” ujarnya.
Bisnis unit mesin cuci PT PMI, yang berdiri sejak tahun 1979, telah memproduksi mesin cuci semi otomatis dua tabung untuk pasar domestik serta ekspor. “Saat ini, kami sudah mengekspor ke sembilan negara, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Oman, Qatar, Kosta Rika, Singapura, Thailand, dan Malaysia, serta memperluas destinasi ekspor ke pasar Taiwan dengan dua merek sekaligus,” imbuhnya.
Otsu menambahkan, Panasonic Gobel akan terus menjalankan misi untuk berkontribusi bagi Indonesia, yang tentu saja dengan mengembangkan usaha di dalam negeri melalui produksi dan penjualan produk-produk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta secara aktif melakukan ekspansi ekspor.
Pengoptimalan TKDN
Di sisi lain, pemerintah berencana menerapkan kewajiban tingkat komponen dalam negeri untuk produk elektronika dan telematika secara menyeluruh. Rencana penerapan kebijakan ini untuk menggairahkan industri manufaktur dalam negeri sehingga mendorong ekspor.
“Pengoptimalan TKDN untuk produk-produk elektronik juga bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dan menekan barang impor,” ujar Janu. Pemerintah telah menerapkan kebijakan ini terhadap produk smartphone dan berhasil menekan impor serta mengundang investasi masuk.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet. Penghitungan nilai TKDN memakai pembobotan pada proses manufaktur dan pengembangan inovasi.
“Adapun yang menerapkan TKDN hardware sebanyak 44 merek, software dan hardware sebanyak 2 merek, dan 1 merek melalui skema pusat inovasi yaitu yang dibangun oleh Apple,” sebut Janu. Hasilnya, angka impor smartphone menurun dari 60 juta unit pada 2014 menjadi 3,89 juta unit pada semester I tahun 2018.
“Kami ingin ke depannya industri elektronik dalam negeri menjadi lighthouse (percontohan) dalam implementasi industri 4.0 sehingga pertumbuhannya dapat terus meningkat dengan mampu menjawab pergeseran pola permintaan konsumen yang semakin kompleks,” paparnya.
Kemenperin mencatat, pertumbuhan produksi pada kelompok industri komputer, barang elektronik dan optik pada triwulan I tahun 2019 mencatatkan angka yang positif sebesar 2,78 persen, naik jika dibanding capaian di periode sama tahun lalu yang minus -4,80 persen.
Populasi industri elektronika di Indonesia sampai dengan triwulan II-2019, ada penambahan sejumlah 21 perusahaan. “Industri elektronika dinilai sebagai salah satu sektor yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,” tegas Janu. (dete)