Kolom Farid Gaban
Beberapa hari lalu saya nonton dokumenter baru di HBO, Pope Francis: A Man of His Word (2018). Tentang gagasan-gagasan Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik yang sekarang.
Menurutku, beginilah seharusnya para pemuka agama berkhotbah. Bukan terutama karena suaranya yang lembut dan diselingi banyak senyum. Tapi, karena isi pesannya yang tajam, mendasar dan bersifat universal.
Tentu tidak semua orang setuju dengan semua kebijakan Gereja Katolik, bahkan di kalangan umat Katolik sendiri. Tapi, saya kira banyak orang akan setuju, di bawah Paus Fransiskus, Gereja Katolik punya pesan lantang yang di masa sebelumnya jarang disampaikan.
Tak ada pemimpin spiritual lain sekuat dia di era kontemporer yang bicara dengan penuh energi tentang kemiskinan, ketimpangan, sistem yang korup dan kerusakan alam. Dia mengkritik salah arah pembangunan, tentang bencana yang diakibatkan oleh kapitalisme, konsumerisme, materialisme dan keserakahannya.
Paus Fransiskus meresonansikan pandangan-pandangan Al Gore dalam “An Inconvenient Truth”, tentang pemanasan global dan perubahan iklim. Dan itu tidak kebetulan; dia mengambil patron Santo Fransiskus (1181/1182) yang diberi gelar sebagai “Santo Ekologi” karena sikapnya sebagai penyayang binatang dan apresiasinya terhadap alam.
Paus Fransiskus memang beda. Terlahir sebagai Jorge Mario Bergoglio, berasal dari Argentina, dia paus pertama dari benua Amerika, paus pertama dari belahan Bumi Selatan, dan paus pertama dari luar Eropa sejak abad ke-8.
Dia juga paus pertama dari kalangan Jesuit (ordo Katolik “paling radikal”). Pengalamannya di Amerika Latin, salah satu ladang eksperimen neoliberalisme paling kental, membuatnya akrab dengan “teologi pembebasan” yang mengilhami para gerilyawan di sana melawan diktator dan oligarki dukungan Amerika Serikat.
Paus Fransiskus membawa ajaran Gereja Katolik menjadi lebih relevan belakangan, dengan mengangkat isu yang aktual dan mendesak. Beberapa pengamat mengatakan, itu memang cara dia agar Katolik kembali dilirik orang di tengah menyusutnya jumlah penganut di Eropa dan Amerika.
Lepas dari motifnya, pesannya memang layak didengar. Tak hanya oleh umat Katolik. Tapi, juga umat manusia tanpa batas agama. Pesannya universal.
Paus Fransiskus tak hanya memberi contoh bagaimana agama menjadi relevan dan layak didengar dengan menyuarakan pentingnya solidaritas sosial dan hidup harmoni dengan alam. Dan itu tak hanya berlaku bagi Katolik.