Minggu, November 17, 2024

Merengkuh bayangan hari ini, memahat masa depan

Must read

#SeninCoaching

#Leadership Growth: Grabbing the Glints of Fate

Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach

“To think clearly about the future, we need to clean up the language that we use in labeling the beliefs we had in the past,” — Daniel Kahneman, peraih Hadiah Nobel Ekonomi.

Interpretasi atas pelbagai kejadian penting dalam proses transformasi berbangsa dapat dilakukan oleh pelaku, para ahli, dan pengamat. Barangkali akan jadi buku kaya warna kalau hasil penafsiran kembali rentetan peristiwa krusial dalam sejarah diungkapkan oleh pelaku yang juga dapat memposisikan diri sebagai ilmuwan.

Itulah buku Reinventing Indonesia, Menata Ulang Bangsa, ditulis Prof. Dr. Ginanjar Kartasasmita, mantan Ketua BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan beberapa kali sebagai menteri di masa pemerintahan Presiden Soeharto dan kemudian Presiden Habibie.

Rabu 23 September buku itu diluncurkan di Beritasatu Plaza, dibarengi diskusi online dengan para pakar (politik, Prof. Salim Said), (ekonomi, Prof. Firmanzah, Rektor Universitas Paramadina dan Dr. Ninasapti, pengajar FEB Universitas Indonesia), dan praktisi kepemimpinan Sudirman Said (mantan Menteri ESDM dan sekarang Sekjen Palang Merah Indonesia).

Penulisan yang terus terang namun diungkapkan secara elegan (tanpa melukai pihak mana pun), kadang dengan mengambil jarak sebagai ilmuwan, ditambah nuansa lika-liku politik saat semua kejadian berlangsung, menjadikan Menata Ulang Bangsa memikat. Layak dibaca semua generasi. Dari generasi kolonial, milenial, sampai Y dan Z.

Setelah membaca buku tersebut, dengan tambahan informasi dan data dari pelbagai sumber lain, kita masing-masing tentu memiliki keleluasaan untuk melakukan interpretasi ulang atas periode penting yang mempengaruhi terbentuknya Indonesia hari ini.

Di mana pun posisi Anda, interpretasi semacam itu tetap memiliki ketidaksempurnaan perspektif – ia bukan lagi sebuah realitas, maka tak perlu pula membuat kita terkungkung di dalamnya. Kecuali bagi orang yang cenderung suka mengelus-elus masa lalu, mungkin karena cemas menghadapi realitas hari ini. Atau mengalami disorientasi saat menjalani hidup di tengah krisis akibat pandemi sekarang.

Hasil interpretasi terhadap events yang lewat memiliki keterbatasan, utamanya ketika kita mau menggunakannya untuk mengatasi tantangan hari ini. Perkembangan ekonomi, politik, teknologi, dan perilaku masyarakat dalam 10 tahun terakhir sudah sangat berbeda dibandingkan sebelumnya.

Pexels

Namun, kenapa masih saja dapat kita temui orang-orang, bahkan kalangan eksekutif dan orang-orang yang sedang dalam posisi pimpinan, cenderung memaksakan cara pandangnya di masa lalu untuk mengatasi persoalan hari ini? Padahal mereka itu dalam pergaulan sosial dikenal cerdas.

Itu masalah kepemimpinan. Atau akibat adab memimpin yang masih menggunakan leadership approach masa lalu, dengan dukungan sejumlah teori yang – waktu itu – tampak hebat. Mereka belum dapat melihat perbedaan antara pimpinan (berada dalam posisi itu karena ditunjuk, karena keturunan, mungkin juga prestasi masa lalu) dengan pemimpin (bersedia mengerahkan segala sumber energi untuk mengangkat harkat banyak orang lain dalam orbitnya, utamanya para stakeholders).

Bagi sebagian orang, mengubah adab memimpin jadi ancaman ego mereka – berubah menjadi pribadi lebih efektif kadang tidak nyaman.

Gejala umum yang dapat kita temui adalah orang-orang yang pernah mengikuti pelbagai pelatihan leadership, tapi masih belum dapat memberikan hasil lebih baik, utamanya ketika realitas berubah dengan sangat mengejutkan atau sama sekali jauh diluar prediksi para ahli.

Mereka seperti mengalami stuck, bahkan sering mengeluhkan keadaan. Kata-kata yang lazim keluar dari mulut mereka adalah, “Kami tengah mengalami keterbatasan gerak, karena pandemi dan …” Plus semacamnya.

Apakah Anda tega membiarkan diri jadi korban keadaan? Bukankah sesungguhnya Tuhan memberikan peluang untuk mengoptimalkan segala potensi kita sebagai bentuk pengakuan kita atas kemurahan dan kasih-Nya, sebagaimana disampaikan lewat Kitab Suci?

Tantangan para eksekutif hari ini adalah “not understanding the practice of leadership (know how), but practicing their understanding of leadership (show how).”

Ini hasil survei Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC). Jarak antara mengetahui dengan mempraktikannya memang kadang demikian jauh. Anda juga sering melihat kenyataan seperti itu?

Berdasarkan praktik kami selama ini sebagai bagian dari MGSCC dalam membantu organisasi, pengembangan kepemimpinan paling efektif adalah yang dilaksanakan secara real time on the job (sesuai realitas tantangan sehari-hari).

Pembelajaran hal-hal yang menyangkut strategis dan business insight, menjadi pelengkap. “Leadership is a contact sport,” kata Marshall Goldsmith.

Pergulatan kita (dan tim) dengan realitas sehari-hari, termasuk pelbagai bentuk kegundahan dan emotional courage untuk menghadapinya, merupakan proses yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan kepemimpinan, di organisasi bisnis, nonprofit, serta pemerintahan.

Apalagi di saat organisasi menghadapi situasi krisis. Sebagaimana pengalaman membuktikan, plus rekomendasi para praktisi, justru pada saat mengalami kondisi yang tidak pernah kita prediksi – seperti situasi ekonomi yang penuh tantangan seperti sekarang – para key person di suatu organisasi perlu meningkatkan kompetensi. A crisis is a terrible thing to waste, kata Paul Romer, ekonom dari Stanford University sekian tahun silam.

Bukankah sekarang merupakan saat paling baik untuk mengukur ulang adab memimpin para eksekutif, dengan mengajak mereka menjalani leadership assessment?

Dari hasil asesmen ini kita dapat sama-sama melihat, mana saja dari adab kita yang perlu dikembangkan, segi apa saja yang perlu kita eliminasi (seperti pola pikir lama, penggunaan kosa-kata yang tidak relevan lagi dengan zaman etc). Perilaku positif seperti apa yang dapat dipertahankan untuk membantu menemukan solusi dalam upaya mengatasi tantangan hari ini.

Perubahan dan peningkatan kompetensi kepemimpinan sebaiknya dilaksanakan secara terstruktur dan terukur. Utamanya dengan bantuan lembaga yang berhasil mengembangkan metode yang sudah proven membantu ribuan organisasi di industri, kondisi sosial budaya, dan dalam situasi yang berlainan di pelbagai negara. Agar dapat dipertanggungjawabkan, lebih accountable.

Langkah nyata yang perlu kita kerjakan sekarang adalah: stop mengeluh, bernyali menghadapi kenyataan, dan kendalikan ego, serta berpikir terbuka terus meningkatkan kompetensi diri masing-masing.

Sebagaimana kata para guru kita, plus sesuai pengalaman, cara terbaik menjemput masa depan adalah dengan mulai menatahnya (memahatnya), berbekal kemampuan kita masing-masing dalam merengkuh dan mengambil makna bayangan takdir hari ini.

Mohamad Cholid adalah Member of Global Coach Group (globalcoachgroup.com) & Head Coach di Next Stage Coaching.

  • Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
  • Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment
  • Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman (mohamad-cholid-694b1528, coach/mcholid1)
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article