#SeninCoaching
#Leadership Growth: Leadership brand is your new currency
Oleh Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach
“That which is used – develops. That which is not used wastes away.”— Hippocrates.
Menempuh tanjakan dan kelokan di kawasan Kintamani, Bali, sekitar jam sembilan malam saat mulai hujan dan berkabut, perlu kewaspadaan ekstra. Mengendarai mobil sewaan dengan lampu kabut terbatas, berdua dengan seorang sepupu, waktu itu kami merayap maksimum 10 Km/jam, hanya mengandalkan marka jalan. Jangkauan pandangan kami sekitar 15 meter. Tiba di Ubud, tempat kami menginap, sudah lewat tengah malam.
Kelokan dan tanjakan berkabut seperti di Kintamani, atau di waktu lain ketika menuju kawasan Gunung Bromo, atau saat melewati Ciater, ke arah Lembang, Jawa Barat, atau di pegunungan Dieng, Jawa Tengah, semua terasa istimewa. Karena dengan pegang kemudi, kita terlatih untuk selalu on alert.
Lebih fun ketimbang menempuh tanjakan dan kelokan berkabut di wilayah Chengdu, prefektur di China Barat, yang eksotis. Kawasan ini setahun dapat sinar matahari sekitar 1.000 jam, lebih sedikit dibanding Eropa Utara. Bagian terendah di Chengdu berada 378 meter di atas permukaan laut. Di sini terasa biasa karena mobil yang kami naiki dikemudikan tuan rumah, dikawal pula.
Kenangan menanjak, berkelok-kelok, menembus kabut, di wilayah yang mungkin baru sekali kita datangi, mengingatkan pada ajaran para ulama, pendeta, para guru – termasuk Management Guru Peter Drucker – perihal pendakian dan upaya membentuk otot-otot kepemimpinan.
Di dalam Kitab Suci dan ajaran agama-agama besar, kepemimpinan – atas diri sendiri, dalam keluarga, di komunitas, atau di organisasi besar dan pemerintahan — sering disebut sebagai jalan mendaki, berliku, dan banyak ujiannya. Kita diingatkan untuk konsisten mengerahkan daya pikir dan kemampuan semua indera. Plus menimbang kepentingan para stakeholder.
Itu membuat kita akan selalu on alert. Karena, ibarat perjalanan di pegunungan, di kiri kadang dinding bukit, di sebelah kanan jurang yang kita tidak tahu berapa puluh atau ratus meter dalamnya. Di setiap tikungan hidup, sering pula dilengkapi kabut persoalan, kita seperti diminta untuk berupaya menafsirkan kembali isyarat Tuhan – di balik kabut ada apa sesungguhnya.
Bagi yang sudah mengalami, bagaimana endurance batin kita terus diuji, tentunya sepakat, dalam proses yang bisa terasa pahit itu kita juga dapat merasakan ada sentuhan di luar batas pemahaman umum, transcendental.
Beda dengan jabatan pimpinan karena jatah, giliran, atau keturunan (kedinastian). Ini tidak selalu buruk, karena ada juga yang mesti lewat proses magang. Hanya kadar kenikmatannya mungkin beda – demikian juga leadership muscles-nya. Dalam pola seperti ini, bagi sebagian orang jabatan bisa jadi belenggu. Eksistensi mereka tergantung pada jabatan tersebut.
Kita akan lihat, dalam mengatasi tantangan, krisis berkepanjangan akibat pandemi, dan ketidakpastian hari esok, mana yang mampu bangkit jadi lebih tahan uji dan siapa yang sekadar bertahan hidup.
Apakah pemimpin dengan leadership muscles yang terbangun lewat pelbagai ujian atau pejabat yang dapat posisi karena anggota dinasti penguasa (atau pemegang saham)?
Siapa di antara mereka yang benar-benar dapat memberikan kontribusi positif bagi para pemangku kepentingan dan kemajuan bersama?
Dalam memimpin masyarakat dan organisasi, kita perlu mengembangkan leadership brand. Ini lebih banyak tentang siapa kita (self-mastery), bagaimana menyikapi perkembangan teknologi, merespon perubahan sebagai hal yang tetap, me-leverage perbedaan dan warna-warni stakeholder kita, kadar inklusifitas kita, dan kemampuan kita membangun komunikasi efektif.
Pada sejumlah kasus, para eksekutif – kepala bagian, kepala biro, kepala divisi – yang pintar dan berprestasi terlewat dari promosi karena mereka tidak memiliki leadership brand. Eksistensi mereka tidak terdeteksi dengan jelas oleh radar dewan pengambil keputusan.
Di level lebih tinggi — di sektor swasta, nonprofit, dan institusi pemerintahan — leadership brand makin diperlukan. Untuk memastikan para pemangku kepentingan memiliki persepsi lebih baik, minimal mendekati akurat, tentang arah kepemimpinan mereka dan legacy apa yang dibangun.
Chaos dan krisis kepercayaan umumnya akibat orang-orang yang tengah memegang jabatan tidak berhasil mengembangkan leadership brand.
Ibarat menempuh tanjakan dan berkelok, kadang berkabut, pemimpin dengan leadership brand yang jelas seperti kendaraan terdepan yang layak dan aman diikuti. Ketika berpapasan dengan pihak-pihak lain dari arah berlawanan – atau perbedaan pendapat – memiliki respon terhormat, tidak agresif. Pemimpin transformasional menjaga tercapainya tujuan-tujuan besar bersama.
“The important thing is not that you have rank, but that you have responsibility,” kata Peter Drucker.
Mohamad Cholid adalah Member of Global Coach Group (globalcoachgroup.com) & Head Coach diNext Stage Coaching.
- Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
- Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment (GLA 360)
- Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman
- (http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)
- (https://sccoaching.com/coach/mcholid1)