Jumat, November 15, 2024

Selamat jalan, Artidjo Alkostar

Must read

Satu demi satu orang tumbang dibekap Covid, penyakit lain atau karena usia. Pagi ini (28 Februari 2021) saya kembali dikejutkan oleh berpulangnya Artidjo Alkostar, kawan lama yang memulai kariernya di LBH Yogyakarta. Saya ingat ketika saya menjabat Ketua Yayasan LBH Indonesia, Artidjo adalah direktur LBH Yogyakarta. 

Di situlah persahabatan saya dengan Artidjo dimulai. Setiap saya mengunjungi Yogyakarta saya selalu mengadakan rapat di kantor LBH dan setelah itu disusul dengan makan siang atau makan malam. Di situ kami berdiskusi panjang tentang idealisme hukum kami, menguji gagasan dan membulatkan tekat untuk memperbaiki negeri dari kehancuran hukum karena dikangkangi oleh kekuasaan. 

Orang LBH tentu bicara mengenai bantuan hukum buat orang miskin, hak asasi manusia dan reformasi hukum khususnya peradilan. Sejak kami di LBH kami sadar bahwa hukum selalu dianaktirikan, dijadikan stempel untuk membenarkan kebijakan yang pro-pembangunan (bukan untuk rakyat) dan sekaligus stempel penindasan bagi mereka yang berbeda pendapat dengan pemerintahan. Itu terjadi pada tahun 1980an, pertengahan jalan Orde Baru.

Artidjo memang orang yang sangat sederhana, pendiam dalam arti hanya bicara seperlunya, pekerja keras dan menikmati kesendiriannya. Dia pulang pergi kantor dengan motor Honda Bebek meski dia sebetulnya bisa naik mobil LBH. Kalau makan pun dia lebih suka makan di rumah makan kecil, menyendiri di meja pojokan. 

Tapi dia orang yang bisa dipegang kata-katanya. Jangan berharap bisa diskusi panjang lebar dengan argumentasi berbusa-busa. Kekuatan Artidjo adalah kejujuran dan keberpihakannya pada mereka yang lemah dan tertindas. 

Buat Artidjo, dunia ini adalah hitam putih, benar atau salah. Dia kurang terbuka terhadap nuansa. Dalam benaknya apa yang disebut abu-abu itu hampir tidak dikenal. Jadi dia gampang saja membuat keputusan karena dia yakin kebenaran itu tak bisa dinegosiasikan. Truth is non-negotiable.

Ketika dia selesai masa jabatan direkturnya, dia membuka kantor advokat kecil, dan menangani kasus yang juga sederhana. Saya menduga dia kebanyakan kalah tetapi dia memang tak membayangkan mencari kekayaan dengan profesi advokatnya. Dia bekerja menjunjung prinsipnya dimanapun dan kapanpun. 

Itu membawanya juga menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur pada waktu itu. Dia bisa tinggal di Timor Timur berlama-lama. Dia tak menonjolkan dirinya apalagi memasarkan profesi advokatnya tapi orang tahu kalau mau mencari advokat yang jujur maka carilah Artidjo. Dia punya reputasi yang diakui untuk itu. Di kalangan LBH, advokat pendiam itu adalah tempat untuk diskusi menguji moralitas diri.

Pada zaman pemerintahan Gus Dur, Artidjo dan saya sama-sama dicalonkan jadi hakim agung. Ada juga nama Muladi, Benyamin Mangkudilaga dan Bagir Manan. Saya memilih mundur karena saya tak siap menjadi hakim agung yang terbelenggu oleh pekerjaan rutin memeriksa perkara karena surplus energi saya akan menjadi sia-sial (idle). 

Artidjo bertanya pada saya apakah dia harus terus maju? Saya bilang padanya bahwa dia cocok jadi hakim agung karena dia bukan orang gaul, berfikir hitam-putih, jujur dan sederhana, dan bisa memeriksa berkas perkara dengan kacamata kuda. 

Dia terpilih jadi hakim agung, dan dia seperti yang kita kenal bisa tekun dan berhasil sebagai hakim agung khususnya dalam menangani kasus-kasus korupsi. Dia jadi hakim agung yang tak berani didatangi oleh ’mafia peradilan’ (Artidjo cerita bahwa ada yang mencoba melalui asistennya). 

Dia juga dijauhi atau dihindari oleh terpidana koruptor karena mereka semua tahu bahwa ketika berkasnya masuk ke meja Artidjo hukuman mereka akan diperberat. Artidjo yang hanya melihat hitam-putih atau benar-salah terus memperberat hukuman untuk para koruptor terkadang tanpa pertimbangan hukum yang terlalu lengkap. Dia juga sering abai terhadap ’nuansa’ kemanusiaan.

Dalam dunia pemberantasan korupsi Artidjo jadi simbol pemidanaan hukum yang tak bisa dibeli atau ditekan. Siapa yang bisa membeli dan menekan Artidjo karena dia tak butuh kemewahan, dan tak takut mati. Artidjo yang berperawakan kurus ini adalah tipikal orang Madura yang selalu keluar dan berani mati.

Saya hanya bertemu dengannya sekali di Mahkamah Agung selama dia menjadi hakim agung. Tapi saya sering melihat dia naik pesawat ke Yogya setiap Jumat, dan duduk di kelas ekonomi. Beberapa kali kami makan bareng di Yogya tapi Artidjo adalah Artidjo, bicara apa adanya dan selalu to the point. Ketika dibawa bercanda atau ngelindur dia hanya tertawa kecil, tanpa komentar. 

Respek saya semakin bertambah karena dia seorang hakim agung yang kuat menahan godaan sampai akhir masa jabatannya. Saya heran dia bisa begitu tegar. Kesalehan Artidjo saya kira membantunya sangat banyak. 

Sungguh saya terpana melihat dia dia hidup dalam kesendiriannya, tidak gaul, tidak pacaran dan menikah pada usia yang terlambat. Saya datang pada acara pernikahannya bersyukur bahwa akhirnya dia menikah. Tetapi saya jarang melihat dia berjalan bersama istrinya. Terkadang saya bertanya kapan makan bersama istrinya. Dia hanya ketawa saja.

Saya pikir dia akan menikmati pensiunnya setelah selesai jadi hakim agung. Dia akan kembali jadi dosen di fakultas hukum UII. Tapi dia dipanggil jadi anggota Dewan Pengawas KPK, dan saya agak lega karena dia orang yang akan menjalankan fungsi pengawasannya dengan jujur dan tegas. 

Pexels

KPK yang mengalami pelemahan akhirnya bisa mendapat Artidjo yang tak akan kompromi terhadap tekanan para koruptor. Artidjo akan berusaha menyelamatkan KPK dalam batas kemampuannya. 

Saya tak pernah bertemu Artidjo dalam tiga tahun terakhir ini. Saya juga tak membaca banyak sepak terjangnya sebagai anggota Dewan Pengawas KPK. Tak ada juga komunikasi. Tahu-tahu pagi ini ada berita kematiannya. Saya terkejut juga. Tapi dia tentu sudah siap dipanggil menghadap Tuhannya. Kita kehilangan seorang ’jurist’ yang bersahaja, jujur dan berani. 

Moralitas hukumnya akan selalu menjadi rujukan buat kita semua bahwa ditengah iklim yang komersial dan koruptif ini masih ada orang jujur. Benarlah kata KPK beberapa tahun silam bahwa ”jujur itu hebat”. Artidjo adalah personifikasi dari semua itu. 

Selamat jalan kawan.

(Todung Mulya  Lubis)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article