Minggu, November 17, 2024

Tetap trengginas di masa sak dhek sak nyet. Serba seketika

Must read

Tak bisa dihindari, perubahan kehidupan kita sehari-hari tengah beralih. Dari dunia serba langsung dan nyata menjadi serba digital, tanpa pertemuan fisik antarpersonal. Hal itu menuntut warga Indonesia, yang lebih 270 juta jumlahnya, mesti  cepat dan segera menyesuaikan diri dengan kondisi baru saat ini.

Bahkan, layanan kebutuhan apa pun, baik untuk kebutuhan belajar, kesehatan, belanja, transportasi, dengan adanya perubahan serba digital dituntut bisa melayani real time. Orang Jawa menyebutnya sak dhek sak nyet, serba seketika. 

“Ini tentu saja membuat para pelakunya mesti trengginas, bisa menyesuaikan diri, karena dunia benar-benar berubah sangat cepat. Kalau tidak, bakal digerus dan ditinggal jaman,” papar Taty Aprilyana, konsultan digital safety dari Kaizen Room.

Tengarai itu diungkap Taty saat tampil dalam Webinar Literasi Digital dengan topik ”Sadar Terhadap Bahaya Disrupsi Digital” yang diselenggarakan Kementerian Kominfo dengan Debindo untuk masyarakat Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, 9 Juni lalu. Webinar diikuti ratusan peserta lintas profesi dan latar belakang usia. Dari pegawai, pengusaha, pelajar, petani hingga pelaku pariwisata.  

Menurut Taty, disrupsi digital di satu sisi memang memudahkan dan mempercepat pemenuhan kebutuhan manusia. Juga, menjadikan bisnis lebih murah dan efisien dioperasionalkan. Namun, perubahan itu tentu tak bisa memuaskan semua orang. Ada sisi buruk yang justru membuat ribuan orang kehilangan pekerjaan.

Bukan cuma itu. Beberapa perusahaan konvensional sekaliber supermarket Matahari dan Giant pun tutup dan meliburkan bahkan mem-PHK karyawan. “Ini menjadi sisi yang tak mengenakkan dari disrupsi digital,” lanjut Taty.

Tampil bersama Taty, pembicara lain, Dr. Ida Ayu Putu Sri Widnyani dari Universitas I Gusti Ngurah Rai Bali, Agus Supriyo Marketing Manager Bernas Online, Muhamad Yusuf dosen STAIN Quran Wonosobo, dan di posisi key opinion leader diisi oleh Sheila Siregar plus moderator Tissa Carolina.  

Dalam hal perubahan ini, masyarakat digital Indonesia yang kini terus tumbuh warganya harus pintar menyesuaikan diri. Sebab, dalam perubahan itu kita berperan, baik sebagai subjek maupun objek. Jadi, dalam mengambil peran, masing-masing mesti cerdas dan menjalankannya secara seimbang. 

“Salah satu sasaran perubahan yang mesti didampingi adalah anak-anak. Di saat masa tumbuh kembang, peran orangtua wajib terus mendampingi penggunaan gawai pada anak, Posisi orangtua mesti cermat. Ikut hadir menjadi filter pada pengambilan pilihan konten dan aplikasi yang boleh ditonton anak,” pesan Ida Ayu. 

Kalau belum bisa menjadi filter, Taty menyarankan, jangan beri kesempatan anak mengakses hape. “Wong Mark Zuckenberg, bos Facebook, saja bisa membuat anaknya enggak punya akses ke hape kok kita enggak bisa tegas. Ingat, dalam pola pikir anak itu, children see so children do. Jadi, kontrol konten buat anak menjadi penting,” pesan Taty, serius.

“Kalau perlu, ada jam anak pakai gadget yang sekaligus bisa menjadi waktu kebersamaan anak dan orangtua. Jangan sampai jam pakainya sebebas orangtuanya. Saya lebih cenderung membatasi pemakaian gadget anak buat yang belum berusia 13 tahun. Karena selama masih dalam bimbingan orangtua, risiko anak terpapar dampak buruk konten negatif bisa diminimalisir. Memang berat, tapi harus tegas dicoba,” tutur Muhamad Yusuf. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article