Program nasional literasi digital merupakan gerbang untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang cakap dan cerdas dalam menggunakan teknologi dan informasi. Literasi digital diwujudkan pemerintah melalui kegiatan webinar yang dilakukan secara serentak di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Salah satunya webinar yang dilaksanakan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, 30 Juni 2031, dengan mengusung tema diskusi ”Bermedia Sosial yang Bijak dan Bersahabat”. Materi webinar disuguhkan oleh narasumber yang kompeten di bidangnya: Anang Putra Dermawan (Ceo Marc Indonesia), Widiasmorojati (konsultan bisnis), Jota Eko Hapsoro (founder dan CEO Jogjania.com), Anggraini Hermana (praktisi pendidikan), lalu key opinion leader Audrey Chandra yang juga seorang news reporter tv. Kegiatan dipandu oleh presenter TVR Parlemen Subki Abdul.
Masing-masing narasumber menyampaikan materi dari sudut pandang empat pilar utama literasi digital yaitu budaya bermedia digital (digital culture), aman bermedia (digital safety), etis bermedia digital (digital ethics), dan cakap bermedia digital (digital skills).
Anang Putra Darmawan melalui paparannya mengatakan, teknologi digital dan media sosial merupakan sarana berkomunikasi yang menghubungkan satu sama lain. Namun faktanya satu unggahan berupa sepenggal kalimat bisa menjadi viral di dunia maya, bahkan tanpa ada verifikasi kebenaran informasi yang disampaikan.
“Kekuatan media sosial hanya dengan self to self bisa membuat efek masif dan jika disebarkan informasi yang tidak benar maka bisa kena sanksi pidana. Oleh karenanya etika di dunia maya juga diperlukan,” jelas Anang.
Ia berpendapat, norma dan etika baik di dunia maya dan dunia nyata intinya tetap sama. Jangan sampai di dunia maya merasa seperti di ruang sendiri lalu bebas berekspresi tanpa tahu bahwa di dalamnya ada orang yang mengikuti akun kita.
“Norma dan etika saat online dan offline harus tetap sama. Etikanya adalah dengan tidak menyalahgunakan informasi personal, tidak mengunduh secara ilegal dan tidak melakukan plagiat ketika menyadur konten, tidak menggunakan medsos untuk membahayakan orang lain.”
Selanjutnya, tambah Anang, etika bermedsos adalah tidak mendukung penyebaran hoaks dan informasi yang belum diketahui kebenarannya, tidak melanggar norma kesusilaan dan kepancasilaan, tidak mencemarkan nama baik, tidak menyebarkan ujaran kebencian ataupun berprasangka buruk.
“Pada intinya gunakan kemajuan teknologi sebagai sumber positif. Jangan sampai medsos yang seharusnya memberikan kebermanfaatan justru menimbulkan kemudharatan. Bijaklah dalam bermedsos dan gunakan etikanya baik di dunia maya dan di dunia maya,” rangkumnya.
Sementara itu, Widiasmorojati menambahkan, dalam menggunakan medsos itu harus bijaksana dan bijaksini. Artinya dalam bermedsos selain memikirkan dampaknya yang bisa berpengaruh ke orang lain juga dapat berdampak pada diri sendiri. Sebab, medsos juga punya efek samping atau risiko terhadap penggunanya jika tidak digunakan dengan benar.
“Caranya dengan introspeksi diri, berpikir positif, menghargai orang lain. Juga berbahasa yang baik sebagai landasan berbudaya, berperilaku sehat, produktif dan bersyukur,” imbuh Widi.