Industri e-commerce belakangan kian berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan e-commerce itu perlu pula diikuti dengan banyaknya partisipasi produk lokal dari UMKM Tanah Air di berbagai platform perdagangan online. Sebab, keberadaan e-commerce sangat menguntungkan bagi Indonesia, karena bisa menjadi alternatif pemasaran dan juga sarana mengakses pasar global para pelaku UMKM lewat produk lokalnya.
“Memang belum ada pengertian yang jelas dari kata produk lokal itu. Namun setidaknya empat acuan bisa digunakan untuk mengkategorikan sebuah produk merupakan produk lokal atau bukan,” kata Tomy Widiatno, pekerja dan pengembang media seni saat acara webinar literasi digital dengan topik ”Komoditi dan Produk Lokal dalam e-Market ” yang dihelat Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Gunungkidul, DIY, Rabu (30/6/2021).
Tomy merinci, keempat acuan yang masuk kategori produk lokal itu adalah jika suatu produk terbuat dari bahan yang berasal dari dalam negeri, tenaga kerjanya berasal dari dalam negeri, produk tersebut menggunakan merek lokal dan terakhir adalah kepemilikan perusahaan.
Hanya saja, untuk meningkatkan kesejahteraan, ujar Tomy, para penghasil produk UMKM lokal ini masih perlu diarahkan agar berani mengubah mindset. Dari semula pemasaran perdagangan konvensional menuju pemasaran digital dengan masuk platform e-commerce.
“E-commerce sebagai salah satu bentuk e-market menjadi suatu tempat atau arena di dunia maya di mana calon pembeli dan penjual saling bertemu untuk melakukan transaksi secara elektronis melalui medium internet,” kata dia dalam webinar yang dipandu seorang traditional dancer Harry Pradana sebagai moderator itu.
Dari definisi itulah terlihat bahwa tipe bisnis yang terjadi dalam e-market ini adalah B-to-C karena sebagai penjual produk atau jasa.
Dalam webinar yang dihadiri narasumber lain Murniandhany Ayusari (content writer Jaring Pasar Nusantara), M. Naufal Izul (Kaizen Room), Burhan Abe (Digital Enthusiast) dan presenter Nadya Intan sebagai key opinion leader itu, juga diulas pandangan menarik lainnya.
Murniandhany Ayusari mengatakan, meski keberadaan e-commerce bersifat bebas dan terbuka, namun perlu dipahami adanya etika bisnis. Salah satunya etika terhadap sesama penjual.
“Misalnya, meminta izin jika akan menggunakan foto produk yang asalnya dari penjual lain. Jangan sampai pula menjelek-jelekkan lapak orang lain demi mendapat keuntungan, tetap saling respek dan tentukan harga yang adil,” kata Murni.
Murni mengungkapkan, prinsip etika dalam dunia usaha menjadi pedoman ketika seseorang memutuskan mengais rezeki di platform e-commerce.
“Pegang prinsip kejujuran, karena ini terkait kualitas dan harga barang kepada konsumen. Seluruh pelaku bisnis dari tingkat manajemen hingga karyawan harus kompak menjaga nama baik perusahaan sebagai bagian prinsip integritas moral,” jelas Murni.
Selain itu, prinsip yang tak boleh dilupakan yakni prinsip saling menguntungkan. Bahwa kedua belah pihak baik penjual dan konsumen sama sama untung dari transaksi yang dilakukan.
“Peganglah prinsip otonomi dalam bisnis ruang digital. Ini cerminan sikap seorang individu mengambil keputusan yang benar,” tambah Murni.
Seperti di wilayah lain, di Kabupaten Gunungkidul Kementerian Kominfo juga telah mengagendakan hendak menyelenggarakan berbagai kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa. Masyarakat dapat mendaftar untuk bergabung dalam webinar dan memperoleh berbagai materi pelatihan literasi digital di akun media sosial @siberkreasi.