Dunia digital kini tak bisa lagi lepas dari kehidupan kita. Pesatnya kemajuan teknologi digital itu sendiri pada dasarnya untuk membantu manusia. Dan, untuk membantu meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi digital, literasi digital penting dilakukan.
”Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif maupun teknikal,” tutur Jarot Waskito dalam acara webinar literasi digital bertema ”’New Normal’ di Dunia Pendidikan dengan Teknologi Pendidikan” yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga masyarakat Gunung Kidul, DIY, Senin (12/7/2021). Jarot bicara mengenai literasi digital untuk pendidikan ditinjau dari pilar digital culture.
Untuk diketahui, program gerakan nasional literasi digital memiliki empat pilar dasar tinjauan. Pilar lainnya adalah digital skill, digital ethics, dan digital safety.
Pendidikan di era digital, menurut Jarot, merupakan pendidikan yang harus mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam seluruh mata pelajaran.
”Online education atau pembelajaran jarak jauh (distance learning) menuntut adanya kemampuan guru dan murid memahami perangkat alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar beserta tata cara pengaplikasiannya,” kata videografer itu.
Proses intelektual literasi digital, lanjut Jarot, meliputi kegiatan mencari dan mengonsumsi konten digital, membuat konten digital, dan mengkomunikasikannya di ranah digital.
Sedangkan digital culture, adalah sebuah konsep atau gagasan bahwa teknologi dan internet secara signifikan membentuk cara berinteraksi.
”Yang perlu ditekankan dalam digital culture ialah berkreasi untuk kedamaian. Menjaga toleransi atau saling hormat menghormati, menghargai pendapat orang lain, saling menolong di tengah masyarakat, kreatif dan inovatif untuk memajukan bangsa Indonesia,” papar Jarot.
Kepada lebih dari 700 partisipan yang antusias mengikuti webinar, Jarot berpesan agar memanfaatkan literasi digital untuk meningkatkan prestasi, semisal prestasi belajar, pembuatan konten kreatif terkait budaya setempat, maupun unggahan konten positif lainnya di media sosial.
Narasumber lain, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah Al Mujahidin Gunung Kidul, Wahyudi, bicara perlunya penanaman etika di era digital. Banyaknya perangkat dan media digital yang digunakan oleh remaja usia 12-18 tahun, menuntut pengawasan dan pendampingan orangtua.
”Mintalah anak tidak mengunci tampilan akun agar tetap terpantau, mengajak kritis menyikapi informasi, eksplorasi minat dan bakat dengan informasi yang ada, konsisten menerapkan hukuman pelanggaran dan apresiasi jika benar, menanamkan etika dalam berinternet,” urai Wahyudi.
Acara webinar yang dipandu oleh moderator Nabila Nadjib itu juga menghadirkan narasumber Adhi Wibowo (praktisi pendidikan), Sani Widowati (Princeton Bridge Year On-site Director Indonesia), dan Riska Yuvista selaku key opinion leader.