Rabu, Desember 25, 2024

Menimbang peran pemuda Indonesia dalam mengisi kemerdekaan di era digital

Must read

Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah Sholahuddin Aly mengungkapkan, globalisasi membawa tatanan baru berupa borderless society atau masyarakat yang tak terpengaruh dengan batas-batas negara. 

“Kini, masyarakat beraktivitas tanpa sekat. Apa yang terjadi di luar sana bisa dirasakan di sini, dan sebaliknya yang terjadi di sini bisa dirasakan di luar sana,” ujar Sholahuddin saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Peran Pemuda Indonesia dalam Mengisi Kemerdekaan di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (12/8/2021).

Sholahuddin menyatakan, kondisi perjuangan bangsa pun turut berubah di era globalisasi ini. Perjuangan yang dulu berupa upaya merebut kemerdekaan dengan cara mengusir penjajah, saat ini perjuangan itu berupa memakmurkan dan menyejahterakan bangsa Indonesia.

“Jika dulu modal persatuan dan kesatuan sangat penting untuk merebut kemerdekaan, maka saat ini persatuan dan kesatuan itu makin penting untuk memajukan bangsa di tengah kompetisi global,” kata Sholahuddin.

Oleh sebab itu, menurut Sholahuddin, di era globalisasi ini menjaga persatuan dan kesatuan menjadi hal mendasar yang perlu dijaga agar upaya memajukan bangsa yang majemuk seperti Indonesia ini tak koyak karena konflik internal di dalamnya. 

“Globalisasi yang ditandai pesatnya arus informasi dan teknologi, bisa disusupi informasi yang salah dan akhirnya mengoyak persatuan dan kesatuan itu, sehingga tujuan memajukan bangsa bisa gagal terwujud,” tegasnya.

Sholahuddin pun menyoroti, satu dampak kemajuan informasi dan teknologi saat ini makin menyediakan kemudahan yang membuai generasi. Salah satunya terkait berkembang pesatnya beragam platform untuk memenuhi kebutuhan secara daring. 

Kebutuhan eksistensi akhirnya menjadi pemicu lifestyle yang mendorong rasa ingin terus berbelanja demi pengakuan seperti modern, macho, dan citra yang dibentuk produsen.

“Salah satu ciri generasi saat ini adalah mereka sangat paham dunia digital. Mereka pengguna terbesar media sosial, namun mereka juga sangat konsumtif dan gemar belanja, sehingga menjadi sasaran pemasaran yang sangat potensial. Pada akhirnya sifat konsumtif ini yang menonjol daripada sikap produktif,” jelas Sholahuddin.

Sholahuddin menambahkan, agar generasi yang ada tidak mengalami besar pasak daripada tiang, arus konsumtif dan produktif ini mesti berjalan dalam porsi ideal. Sebisa mungkin, Sholahuddin mendorong angka konsumtif lebih kecil dari angka produktif. Bukan sebaliknya.

“Kita boleh tinggal di mana saja, termasuk di pelosok, namun harus tetap produktif. Dengan memanfaatkan teknologi informasi dari pelosok desa pun kita dapat tetap eksis dan produktif. Desa kaya dengan berbagai sumber daya, kita bisa memberdayakannya dengan teknologi digital,” ujarnya.

Pengembangan desa, sambung Sholahuddin, dapat ditingkatkan dengan cara menggerakkan perekonomian masyarakat desa, melalui program pemberdayaan yang konsisten. 

Pemerintah dapat mendukung upaya memajukan desa melalui pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan informasi. Seperti misalnya penyediaan jaringan, perangkat, aplikasi yang sesuai dengan karakteristik penduduk, termasuk pendampingan yang tepat bagi masyarakat desa. Itu mutlak diperlukan dalam pembangunan desa digital.

“Jadi, untuk menjadi produktif, kita dapat melakukannya dari mana pun. Kita harus mengubah kebiasaan konsumtif itu menjadi sesuatu yang menghasilkan di era kemudahan ini. Internet harus bisa dimanfaatkan untuk mendorong peningkatan ekonomi, khususnya dari desa,” tegasnya.

Narasumber lain dalam webinar itu, Ketua Karang Taruna Indonesia Provinsi Jawa Tengah Danie Budi Tjahyono mengungkapkan, pemuda dalam memanfaatkan kemajuan digital perlu kiranya mempertimbangkan etika di ruang-ruang digital demi masa depannya sendiri.

“Beberapa waktu lalu ada kasus seorang Youtuber membuat konten di Youtube dengan cara yang tidak pantas. Yang jadi pertanyaan, apakah tidak dipikirkan di masa depan bahwa konten itu bisa menjatuhkan dirinya sendiri karena telah menjadi rekam jejak digital,” kata Danie.

Danie lalu mengingatkan, remaja hanyalah satu tahapan, karena semua manusia akan menua. Sehingga perlu dipikirkan lagi apakah perbuatan dan perilaku di ruang digital itu berdampak baik atau buruk di masa mendatang.

Webinar yang dipandu moderator Oony Wahyudi ini juga menghadirkan narasumber lain yakni fasilitator nasional Muh Ilham Nur Fatah dan Muhammad Taufik Saputra, serta seniman Dibyo Primus selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article