Era digital mengajak semua lapisan masyarakat untuk berbondong, beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada. Terlebih transformasi digital memberikan berbagai kemudahan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, termasuk dalam melaksanakan pendidikan. Hal ini didukung oleh pemerintah melalui program nasional literasi digital yang mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia.
Wawasan literasi digital yang meliputi digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety disampaikan dalam webinar yang digelar serentak untuk seluruh masyarakat Indonesia. Salah satunya, webinar yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Banyumas, Jawa Tengah, pada Jumat (13/8/2021) dengan tema diskusi “Belajar Digital Mudah, Murah, dan Aman”.
Selaku moderator, Amel Sannie membawakan kegiatan diskusi bersama empat pemateri, yakni Ilham Fariz (digital strategist enthusiast), Muhammad Nurkhoiron (aktivis HAM), Jafar Ahmad (IAIN Kerinci), dan Akhsin Aedi (Kepala Kantor Kemenag Banyumas). Selain itu Adew Wahyu (jurnalis) juga turut hadir sebagai key opinion leader untuk memberikan insight baru dalam diskusi.
Muhammad Nurkhoiron menjelaskan, kondisi peradaban media kita saat ini telah mengalami berbagai perubahan hingga sampai di titik media digital yang merupakan gabungan atau konvergensi budaya-budaya sebelumnya yang lebih banyak menunjukkan performance, bisa multitasking, membuat semua orang bisa ikut berpartisipasi di dalamnya.
“Media konvergensi memadukan teknologi yang sudah ada, sehingga lebih leluasa saat menggunakannya dan tentu jauh lebih murah. Kita saat ini tidak hanya sebagai penikmat saja tetapi juga pengguna yang bisa memproduksi dan menyebarkan apa pun di media digital. Maka perubahan ini harus kita sikapi dengan bijak. Jangan sampai kemudahan ini membuat kita malas untuk melakukan perubahan,” ujar Nurkhoiron.
Masyarakat saat ini merupakan masyarakat gadget, karena berdasarkan data hampir semua penduduk di Indonesia memiliki gadget dan terkoneksi internet. Kita sudah dimanjakan dengan kemudahan mencari informasi, berkomunikasi, berinteraksi, dan membangun jejaring dengan audiens yang tidak terbatas.
“Mudahnya akses itu membuat kita bisa mencontoh kisah-kisah inspiratif dan mengimplementasikan pada diri kita. Seperti perjalanan dua bocah dari Bojonggede yang membuat platform belajar e-learning untuk mendukung pembelajaran di masa pandemi. Dari kisah ini dapat ditarik pelajaran bahwa teknologi yang digunakan dengan baik juga dapat menghasilkan energi positif. Minimal untuk diri sendiri dan secara lebih luas kepada orang yang membutuhkan,” kisah Nurkhoiron yang mantan komisioner Komnas HAM ini.
Terkait itu, lanjut Nurkhoiron, penting sebagai masyarakat digital untuk memahami potensi yang dimiliki dan menggalinya serta mengembangkannya. Juga, penting untuk memahami potensi sosial yang ada di sekitar. “Selain itu juga penguatan literasi digital untuk memaksimalkan dua hal tersebut, sehingga bisa menggunakan media digital untuk hal yang bermanfaat,” ujar Nurkhoiron.
Pemateri lain, Akhsin Aedi menambahkan dalam diskusi virtual ini, teknologi merupakan sebuah berkah di masa pandemi yang membatasi gerak sosial. Melalui teknologi penyampaian ilmu tetap dapat dilakukan secara cepat, meski jarak jauh. Kita dituntut untuk bisa menggunakan teknologi secara fungsional, menambah pengetahuan, dan mencari peluang untuk berdaya.
Akhsin mengutip firman Allah pada surat Al-Maidah ayat 35, bahwa sebagai manusia selain diperintahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, juga diajarkan untuk berjihad yang bisa menghasilkan manfaat. Dalam hal ini beradaptasi dengan perkembangan teknologi merupakan hal yang dianjurkan.
Akan tetapi, dalam penggunaan media digital, khususnya oleh anak, tetap memerlukan kontrol dari orangtua dan guru agar tidak terjerumus pada hal yang bisa merusak masa depan anak. Itu sebabnya, penggunaan teknologi juga harus disertai etika digital agar memberikan manfaat.
“Tujuan belajar di era digital adalah menciptakan kemandirian belajar, penyelesaian masalah lebih cepat karena ada kerja sama dan kolaborasi, teknologi juga memperluas akses referensi sehingga dapat membuka wacana dan wawasan yang lebih luas,” jelas Akhsin kepada 300-an peserta diskusi.
Di sisi lain, akses teknologi harus diimbangi dengan etika, khususnya dalam belajar di ruang digital. Yakni dari aspek informasi, etikanya kita mampu menyaring informasi dan menerima informasi menggunakan logika yang benar. Tidak menerima informasi secara mentah, harus tahu kredibilitas sumbernya untuk mengetahui kebenaran informasi.
Kemudian aspek interaksi, bagaimana etika kita dalam berinteraksi sosial di ruang digital dengan menggunakan bahasa yang sopan, tidak menyinggung isu SARA. Selain itu, juga aspek transaksi, bagaimana anak dalam belajar melalui alat digital itu aman dan tidak menjadi bumerang di masa mendatang.
“Belajar digital pada dasarnya dapat dilakukan secara live atau rekaman, sehingga siswa mendapat akses penuh terhadap materi serta penjelasan guru di mana pun dan kapan pun,” simpul Akhsin. (*)