Oleh Faizal Assegaf (kritikus)
Sudah diprediksi, SBY dan Demokrat ngotot AHY harus jadi Cawapres. Keharusan dan harga mati. Jika tidak, Demokrat akan keluar dari koalisi Nasdem, PKS dan Partai Ummat.
Ihwal itu membuat Anies Baswedan berada dalam posisi dilematis. Sebab PKS pun menyodorkan beberapa nama sebagai Cawapres. Namun sikap PKS matang, elegan dan realistis. Tidak ngotot!
Menariknya SBY dan Demokrat tak hanya mengunci Anies. Namun, PDIP pun dibujuk agar AHY dipinang Ganjar Pranowo. Walhasil, saling kedip mata antara Puan dan AHY dimainkan.
Saat pertemuan Puan dan AHY berlangsung mesra, sikap Nasdem dan PKS merespon santai. Tidak menuding SBY, AHY dan Demokrat pengkhianat. Bahkan Anies sangat tenang dan bijak.
Sejak itu publik membaca dengan sangat terang, SBY dan Demokrat kerja keras demi AHY jadi Cawapres. Tak peduli Anies atau Ganjar, yang penting hajat utama AHY masuk arena Pilpres.
Maklum, selama lebih dari 10 tahun SBY telah melakukan segala jurus politik. Tujuannya satu, AHY harus jadi Cawapres. Tidak ada yang dipikirkan selain hajat dan kepentingan tersebut.
Kini terbukti, setelah AHY tak dipilih jadi Cawapres, kemarahan pun meledak. Segala tudingan jahat dialamatkan pada Anies, Surya Paloh dan Nasdem. Seolah karir AHY sudah tamat.
Padahal, bukankah SBY dan Demokrat juga melobi PDIP untuk memasangkan Ganjar – AHY? Aneh, bermain di dua kaki, tapi marah ke Anies, sembari lembut dan mesra ke Ganjar, Megawati dan PDIP.
Andai SBY tulus berpihak pada aspirasi rakyat dan agenda perubahan, tentu tidak terjebak dalam ambisi buta. Mestinya SBY, AHY dan Demokrat bersikap konsisten sebagaimana PKS dan Nasdem.
Bongkar pasang Capres – Cawapres hal biasa!