Sedangkan IKN wilayah kosong. The New York Times menulis, “The president’s own quixotic decision-making has complicated construction.” Quixotic artinya extremely idealistic; unrealistic and impractical.
Apapun komentar orang, IKN mulai terwujud, sejumlah sarana dan prasarana sudah terbangun, termasuk rumah dinas para menteri atau Rumah Tapak Jabatan Menteri (RTJM) dan landasan pesawat VVIP.
Tapi IKN adalah proyek yang perlu diwaspadai ekstra ketat, agar tidak “driving into the blizzard” dan menyeret ke persoalan lebih pelik bidang ekonomi, sosial, politik, dan utamanya, dalam berkeadaban sebagai bangsa merdeka.
Dino Patti Djalal di suatu video bicara lugas tentang IKN. Sebagai diplomat senior, ia menjaga pernyataannya yang terus terang dengan seimbang.
Kata Dino Patti, pertama, IKN jangan tergantung siklus politik, tidak perlu digeber agar selesai sebelum pergantian pemerintahan. Sejumlah hal strategis perlu dibereskan. Lihatlah kepindahan Seoul ke Sejong City di Korea Selatan, yang jaraknya sekitar Jakarta – Bandung, perlu 10 tahun dan itu pun sejumlah kantor pemerintahan ada yang belum pindah.
Kalau presiden berikutnya menilai di IKN belum bisa melaksanakan pemerintahan secara efektif, bahkan seperti diasingkan dari masyarakat karena di IKN belum ada penduduk, ia punya wewenang dan mandat untuk menentukan kapan pemerintahan bisa pindah.
Kedua, tidak perlu berambisi menjadikan IKN sebagai kota internasional. Mindset kita harus jelas. Kita membangun IKN semata-mata untuk bangsa Indonesia, tidak butuh validasi negara lain.
Ketiga, bangun IKN dengan kemampuan dan sumber daya sendiri. Dino sependapat dengan Prabowo Subianto yang dalam satu dialog di Qatar Economic Forum mengatakan, “I believe that capital city is a political project and the main drivers must be the domestic resources.“
Kata Dino, jangan sampai dalam membangun ibukota negara kita tergantung pada negara lain. Sebagai pusat pemerintahan, ibukota adalah simbol kedaulatan dan mahkota negara. Karena sifatnya yang strategis sebagai jantung negara, ibukota harus dilindungi dari segala ketergantungan kepada pihak luar.
Malaysia, Myanmar, Kazakhstan, Pakistan, membangun ibukota baru dengan kemampuan sendiri, tidak minta bantuan internasional. Ini soal kedaulatan, martabat dan harga diri bangsa, kata Dino.