Mohamad Cholid, Certified Leadership and Executive Coach
“Life is a dance. It’s filled with twists and turns, and sometimes you step on people’s feet (sometimes they step on yours). What more can one wish for than to be someone who gracefully maneuvers through it all?” — Friedrich Nietzsche
Rembulan bergerak di orbit Bumi. Serentak dengan itu Bumi, sembari berputar di porosnya, beredar di orbit Matahari. Sesekali, sesuai agenda Pemilik Alam Semesta, ada persinggungan garis edar dan terjadilah gerhana – bisa gerhana bulan atau gerhana matahari.
Gerakan Bumi, Bulan, dan Matahari ibarat tarian agung dalam tatanan Alam Semesta, dinamikanya memproduksi waktu, yang berpengaruh besar pada kehidupan kita. Di New York gelap diselimuti malam, di Surabaya siang dan terang (saat tidak hujan lebat).
Kalau kita menjalani hidup sesuai tarian agung itu, dalam keseimbangan pemakaian waktu yang terstruktur, rasanya Anda setuju, itu akan membuat kita lebih eksis.
Para eksekutif yang sudah terlatih bekerja efektif menyadari, waktu yang mereka pinjam dari Pencipta Alam Semesta telah mereka manfaatkan untuk tindakan bertanggungjawab apa saja.
Kepemimpinan seseorang akan diukur antara lain dari kemampuan dan kemauannya mengelola diri sendiri dalam merespon Waktu. Ini merupakan tradisi yang sudah berabad-abad dilakukan umat manusia dalam membangun peradaban.
“Effective executive, in my observation, do not start with their task. They start with their time. And they do not start out with planning. They start by finding out where their time actually goes,” kata Peter Drucker (The Effective Executive).
Apakah Anda sudah mengukur, cek ulang, berapa jam dalam sepekan terakhir waktu Anda terpakai untuk memantapkan peran menjadi leader dan sebagai manajer? Ini pertanyaan mendasar untuk pribadi-pribadi yang dengan kesadaran masing-masing berkomitmen memimpin secara lebih efektif, membangun tim, serta upaya-upaya lain demi meningkatkan kinerja organisasi – berlaku di lembaga pemerintahan, bisnis, pendidikan, dan nonprofit.
Dalam tradisi kepemimpinan di sepanjang sejarah pembentukan peradaban umat manusia di pelbagai periode, dari masa Yunani Kuno, Mesir, China, Inca, Romawi, Kebangkitan Islam, sampai di abad-abad terakhir dalam format yang lebih terpolarisasi oleh ideologi-ideologi keduniawian yang membuat pikiran cupet (seperti sosialisme, komunisme, kapitalisme) dan akibat kultus individu, selalu ada kebutuhan untuk melakukan “penyamaan visi dan misi”.