Pemerintah Indonesia tengah bersiap meluncurkan program Koperasi Desa Merah Putih, sebuah inisiatif besar yang bertujuan memperkuat perekonomian desa. Program ini dirancang untuk membangun 70.000 koperasi desa di seluruh Indonesia dan akan diluncurkan secara resmi pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional. Namun, meskipun program ini tampak menjanjikan, berbagai pihak mengungkapkan kekhawatiran dan kritik terhadap konsep dan implementasinya.
Konsep Koperasi Desa Merah Putih
Koperasi Desa Merah Putih dikembangkan sebagai strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengurangi kemiskinan. Model koperasi ini akan memiliki tujuh jenis gerai utama, yaitu:
- Gerai sembako – Menyediakan kebutuhan pokok bagi masyarakat desa.
- Apotek desa – Mempermudah akses masyarakat terhadap obat-obatan dan layanan kesehatan.
- Kantor koperasi – Sebagai pusat administrasi dan pengelolaan koperasi.
- Koperasi simpan pinjam – Memberikan akses permodalan yang lebih sehat bagi warga desa.
- Klinik desa – Memberikan layanan kesehatan dasar bagi masyarakat.
- Cold storage – Menyediakan fasilitas penyimpanan hasil pertanian dan perikanan agar lebih tahan lama.
- Logistik – Mengoptimalkan distribusi barang dan produk desa.
Dengan konsep ini, koperasi diharapkan dapat menjadi pilar ekonomi desa yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, memperkuat ketahanan pangan, serta memberikan layanan esensial secara lebih merata.
Sumber Pendanaan dan Tantangan Keuangan
Untuk mendanai program ini, pemerintah memperkirakan kebutuhan anggaran sebesar Rp210-350 triliun. Sumber pendanaan direncanakan berasal dari dana desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta pinjaman dari Bank Himbara. Namun, ada kekhawatiran bahwa pengalokasian dana desa untuk program ini bisa menimbulkan tumpang tindih kebijakan dan konflik kepentingan di tingkat desa.
Kritik dan Kekhawatiran dari Para Pengamat
Meskipun memiliki tujuan mulia, Koperasi Desa Merah Putih mendapat kritik dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan pelaku koperasi.
- Dekopin: Program Ini adalah Kemunduran Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa program ini bisa menjadi langkah mundur bagi koperasi di Indonesia. Ia menilai pendekatan yang dilakukan terlalu tersentralisasi, sehingga dapat mengikis prinsip-prinsip koperasi yang berbasis kekeluargaan dan kemandirian.
- Perlukah Koperasi Baru? Wakil Ketua Umum Dekopin, Agung Sudjatmoko, berpendapat bahwa daripada membangun koperasi baru, pemerintah lebih baik memperkuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang sudah ada. Menurutnya, keberhasilan koperasi tidak terletak pada jumlah yang banyak, tetapi pada manajemen yang kuat dan berkelanjutan.
- Terlalu Birokratis dan Seragam Ketua Umum Non Litigation Peacemaker Association, Alta Zaini, mengkritik bahwa program ini terburu-buru dan kurang memperhatikan kearifan lokal. Ia berpendapat bahwa setiap desa memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga sistem koperasi yang diseragamkan bisa menimbulkan ketidakefektifan dalam praktiknya.
- Potensi Disharmonisasi Anggaran Desa Sejumlah pengamat ekonomi desa juga mengkhawatirkan potensi disharmonisasi dalam tata kelola keuangan desa. Jika dana desa dialihkan ke Koperasi Merah Putih tanpa mekanisme transparansi yang jelas, ada risiko terjadinya tumpang tindih anggaran dan inefisiensi pengelolaan keuangan desa.
Koperasi Desa Merah Putih adalah program ambisius yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dengan membentuk koperasi yang menyentuh berbagai aspek kehidupan ekonomi dan sosial. Namun, tantangan besar masih mengintai, mulai dari pendanaan, transparansi, hingga efektivitas implementasi di lapangan.