Kamis, Desember 19, 2024

Salju di padang pasir dalam diri kita

Must read

#SeninCoaching

#Lead for Good: Rebranding You for Greater Impact

Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach

Hari itu Martin Lindstrom diajak Majid Al Futtaim ke lahan kosong di bawah terik matahari Dubai. Panas benar ya, it is bloody hot here, kata Martin, brand consultant, penulis (antara lain The Ministry of Common Sense: How to Eliminate Bureaucratic Red Tape, Bad Excuses, and Corporate Bullshit, 2021). Majalah Time menobatkan Martin dalam 100 orang berpengaruh di dunia.

Majid Al Futtaim menimpali Martin dengan pertanyaan, “Anda ada ide bagaimana mengatasi panas ini? Tolong kasih saran.”

Martin diundang untuk mengembangkan konsep baru dalam upaya rebranding UAE (United Arab Emirate). Majid Al Futtaim, konglomerat dengan kekayaan US$ 3,6 milyar, memerlukan perspektif fresh untuk akselerasi ekonomi Dubai.

Saran Martin? Untuk mengatasi panas ini ya didinginkan, katanya. Dalam salah satu sesi pelatihannya, Martin menceritakan bagaimana dia dengan Majid Al Futtaim mengembangkan gagasan yang tidak lazim, yaitu membangun Ski Dubai, lahan berbukit dan bersalju untuk bermain ski di tengah padang pasir.

Ski Dubai dikembangkan berdasarkan konsep pemikiran sangat sederhana, kata Martin, yaitu menggabungkan dua unsur yang sudah ada, salju dan padang pasir, dengan cara baru. Menyatukan dua kenyataan ordinary dengan cara extraordinary.

Untuk meyakinkan semua pihak, Martin menekankan empat hal yang mesti tajam, tidak bisa ditawar: saljunya mesti beneran, penguin juga asli (bukan robot), ski lift dibuat sebagaimana lazimnya di wilayah perbukitan salju, dan pondok ski juga didatangkan dari Austria.

Konstruksi seluas 22.500 meter persegi tersebut merupakan bagian dari Mall of the Emirates. Sepanjang tahun pengunjung bisa main ski, temperatur dijaga beberapa derajat di bawah titik beku, kendati di luar mal suhu udara bisa di atas 30 derajat Celsius. Sudah 10 tahun lebih Ski Dubai menjadi tujuan wisata terunggul di Timur Tengah. Tiket masuk Ski Dubai US$ 60.

Martin menceritakan pengalamannya mengusung ide Ski Dubai sampai terwujud untuk mengingatkan, agar proyek yang Anda kerjakan berhasil mengatasi pelbagai ujian – termasuk mungkin saja gangguan “politik” – perlu terus menjaga ketajaman faktor-faktor kunci yang diandalkan.

Lebih dari itu, dalam melaksanakan rebranding, sangat disarankan mendapatkan perspektif pihak ketiga yang biasanya lebih awas melihat konteks keberadaan suatu institusi. Orang-orang dengan metode yang handal, proven, bisa membantu menegaskan lagi eksistensi diri dan organisasi.

Tentunya ini berlaku untuk rebranding wilayah (tujuan investasi), proyek wisata, perusahaan, produk, jasa, lembaga nonprofit, institusi pemerintahan, bahkan termasuk rebranding kepemimpinan.

Rebranding merupakan upaya membangun eksistensi baru, agar lebih relevan dengan realitas, dimulai membenahi ruh organisasi dan perilaku kepemimpinan para eksekutifnya. Lebih dalam dari sekedar ganti logo, mengubah cara promosi, mengerahkan sales force tambahan dst.nya.

Krisis berlapis akibat pendemi — yang menohok ekonomi, dinamika sosial, budaya, bahkan menguji spiritualitas sebagian dari kita — telah memicu sejumlah organisasi (dan perorangan) mendekonstruksi dan rekonstruksi eksistensi masing-masing. Action ini didasari keyakinan, sekarang adalah saat yang tepat untuk rebranding, sebagai respon untuk mengatasi tantangan.

Hambatan terbesar biasanya dari dalam organisasi atau diri sendiri (ego). Utamanya akibat kecenderungan memelihara keyakinan, faith, yang tidak fit, bahwa hidup adalah produk dari rangkaian kejadian yang sudah lewat. Lantas mengabaikan fakta-fakta hari ini, yang dapat menyebabkan seseorang atau organisasi ditelan masa lalu.

Kata filsuf Prancis Jean-Paul Sartre, “By viewing one’s ego as it once was rather than as it currently is, one ends up negating the current self and replacing it with a past self that no longer exists.”

Kalau mau, sesungguhnya kondisi tersebut dapat diatasi, antara lain dengan meningkatkan kesadaran, apakah pantas selalu mengais-ngais masa lalu (apalagi demi memuaskan ego) untuk menghadapi tantangan hari ini.

Bukankah kenyataannya kita tidak pernah bisa menjangkau, apalagi memiliki, waktu yang sudah lewat? Itu hak prerogratif Pencipta Waktu. Mengerahkan perhatian terus-menerus pada kejadian yang sudah lewat juga dapat menguras energi, sehingga tenaga hidup untuk menghadapi realitas saat ini tinggal sisa.

Bersediakah Anda mengelola resources (waktu, kecerdasan, dan juga dana) untuk mengoptimalkan diri hari ini, menjadi lebih baik dari kemaren? Fokus pada yang kita ingin raih – lewat rebranding.

Kalau perlu, barangkali, menjumbuhkan “salju dan padang pasir dalam diri masing-masing” untuk proyek-proyek yang menjadikan kita bisa selalu relevan dengan kenyataan.

Mohamad Cholid adalah Member of Global Coach Group (www.globalcoachgroup.com) & Head Coach di Next Stage Coaching.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article