Seiring dengan waktu, era kehidupan manusia terus mengalami perkembangan. Media untuk mendapatkan informasi, dari yang sebelumnya memakai daun, prasasti telah bertransformasi ke kertas. Dari kertas kemudian muncul mesin cetak, dilanjutkan dengan teknologi informasi yang kini menggunakan internet cloud computing.
Presiden Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam (APPTIS), Labibah Zain mengatakan pada era konvensional para digital imigrant itu lebih menonjolkan budaya lokal, dan dalam bersosialisasi mereka melakukannya dengan cara face to face.
Dari ciri tersebut, kemudian terjadi transformasi digital menjadi budaya digital. Semakin berkembangnya pengetahuan menuntut perubahan sikap, dan perilaku hingga keterampilan di dunia digital sebagaimana dimiliki digital native yang familiar teknologi digital.
“Budaya digital native yakni multitasking, prosumer, anti-mainstream, integritas, dan kolaboratif,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema “Bangkitkan Budaya Membaca Generasi muda di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Jumat (1/10/2021).
Menurut Labibah, peran untuk mengasah digital native atau keterampilan digital bagi generasi muda dijalankan yakni oleh orang tua, guru, hingga pustakawan. Tiga profesi tersebut harus bisa bekerja sama dalam memantau perkembangan pendidikan anak.
Labibah mengungkapkan ada berbagai cara untuk meningkatkan ketrampilan digital kepada generasi muda. Di antaranya seperti memberikan link atau tautan mengenai bacaan yang positif di internet kepada anak.
Kemudian juga menarik minat mereka menulis dengan mengikuti perlombaan di blog. Bisa juga dengan mengikuti lomba review buku di jejaring sosial. “Selain itu juga bisa membuat status di platform digital yang menginspirasi atau mengadakan lomba kultwit tentang materi pelajaran tertentu,” ucapnya.
Labibah mengatakan dengan cerdas di dunia digital maka akan bisa memanfaatkan digital untuk berprestasi di dunia pendidikan. Kemudian juga bisa cerdas membaca informasi sehingga tidak mudah diadu domba. “Memanfaatkan dunia digital juga bisa dengan berbuat sesuatu untuk kemanusiaan,” tuturnya.
Narasumber lainnya, Founder ATSoft, Sofyan Wijaya mengatakan dalam penggunaan dunia digital bagi anak juga harus diiringi dengan kompetensi keamanan digital yang meliputi pengamanan perangkat digital, pengamanan identitas digital, mewaspadai penipuan digital , memahami rekam jejak digital, maupun memahami kemanan digital bagi anak.
Menurutnya, hal ini penting karena perangkat data atau akun bisa disalahgunakan pihak lain, semisal saja pembobolan rekening atau kartu kredit, penipuan dan fitnah.
Sofyan mengungkapkan pengamanan perangkat digital meliputi memproteksi perangkat keras dengan memakai kata sandi, fingerprint authentication, face autentification. Selain itu juga memproteksi perangkat lunak, yakni dengan find my device, backup data, antivirus, enkripsi full disk, shredder.
Sofyan membeberkan cara aman dalam menggunakan kata sandi di platform digital yakni dengan memastikan di sekeliling tidak ada orang lain ketika akan membuka kata sandi. Kemudian menutup layar saat akan memasukkan kata sandi, dan rutin mengganti kata sandi secara berkala.
“Pahami dan pastikan pengaturan privasi di setiap akun atau media sosial. Waspada menggunakan free wifi, hindari input data pribadi atau aktivitas perbankan, dan gunakan VPN. Hal penting lainnya, selalu lakukan update aplikasi atau perangkat lunak dan waspada jika ada komunikasi atau aktivitas mencurigakan,” ucapnya.
Dipandu moderator Mafin Rizqi, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber I Ahmad Faridi (Sub Koordinator Perencanaan Data Informasi kanwil Kemenang Jawa Tengah), Nyarwi Ahmad (Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies), dan TV Presenter Bella Ashari selaku key opinion leader. (*)