Jumat, Maret 29, 2024

Merayakan hidup Didi Kempot

Must read

Presiden kebal hukum?

Oleh Martinus Joko Lelono

Saya adalah seorang penggemar Didi Kempot. Sejak 1999 ketika saya mulai mengenal lagu, Bapak saya sudah memperkenalkan saya kepada lagu-lagu Didi Kempot. Waktu itu masih berupa kaset.

Mendengar tentang kematiannya, ada luapan rasa duka atas kehilangan orang yang lengkap, mulai dari kisah hidupnya yang menginspirasi, ketenarannya yang membuat refleksi hidupnya bisa dikenal banyak orang, dan kepeduliannya kepada orang kecil yang membuatnya tidak mabuk kekayaan, tetapi mabuk kepedulian.

Maka, tulisan ini hendak mencoba mensyukuri kehidupan seorang Didi Kempot, yang tak hanya terkenang oleh karena lagu-lagunya yang mewakili kaum patah hati, melainkan karena hidupnya memanglah sebuah inspirasi.

Sekarang saya adalah seorang pastor Katolik. Sebagai seorang pemimpin agama, saya sering diminta untuk memimpin upacara pemakaman ataupun upacara memule (mendoakan mereka yang sudah meninggal).

Di tengah-tengah upacara itu, selalu harus ada khotbah guna memaknai hidup mereka yang meninggal dan menghibur mereka yang ditinggal. Tak selamanya mudah untuk memaknai hidup orang yang meninggal, apalagi mereka yang meninggal dengan keutamaan hidup yang terbatas.

Namun, tak sulit untuk memaknai hidup yang punya jasa-jasa baik. Tak jarang, peristiwa kematian seseorang tak sekadar hanya soal menangisi kehilangan, tetapi merupakan kesempatan untuk merayakan kehidupan.

Ada rasa syukur bahwa ada orang yang pernah berjalan bersama kita di dunia ini telah memulai, menjalani, dan mengakhiri kisah hidupnya sebagai pribadi yang mulia.

Kali ini, izinkan saya mengenang tiga keutamaan Didi Kempot yang menjadi sumber inspirasi yang meluap-luap bagi generasi kini.

Pertama, kita mengenal dia sebagai orang yang meniti karier benar-benar dari nol. Sebagai musisi, dia adalah orang yang memulai kisahnya dari jalanan. Ia lahir dari sulitnya hidup di jalanan.

Nama panggungnya sendiri, Didi Kempot, adalah nama yang mengabadikan nama kelompok musik yang diawalinya di jalanan. Kata “kempot” adalah singkatan dari Kelompok Pengamen Trotoar. Kelompok inilah yang membawanya hijrah dari Surakarta ke Jakarta.

Nama itu seakan terus mengingatkan dia bahwa ia berasal dari jalanan, sehingga tidak pernah lupa akan kerendahan hati dan penderitaan sesama. Berbekal kesetiaan untuk menjalani proses, Didi Kempot mulai menemukan jalannya.

Tak sekadar menjadi pengamen, dia mulai masuk dapur rekaman pada 1989. Di album pertamanya, lagu yang melambungkan namanya adalah Cidro, sebuah lagu yang terinspirasi oleh kegagalan kisah cintanya.

Tentu para penggemarnya tahu kisah Didi yang ditolak oleh orangtua pacarnya karena kemiskinannya. Setelah itu, di balik lagu-lagu sendu yang diciptakan, tersimpan semangat untuk bangkit dari keterpurukan.

Sederhananya, ia ingin mengatakan, “Biarlah kisah itu menjadi pelajaran. Ayo, maju meraih kisah hidup yang masih ada di depan!”

Lagu-lagunya tak lepas dari kisahnya hingga orang bisa berkata, “Lihat, Mas Didi bisa bangkit! Kita pun pasti bisa!” Sebagai penggemar, itu yang saya pelajari dari keteguhan dan kegigihan hidupnya.

Kedua, lagu-lagu Didi Kempot memiliki pesan-pesan yang melampaui masalah percintaan lelaki dan perempuan.

Tentu orang bisa menyebut bahwa Didi Kempot melalui lagu-lagunya menjadi duta wisata untuk berbagai tempat wisata di Indonesia. Tampaknya dia dengan sengaja memberikan nuansa romantis kepada tempat-tempat seperti Grojogan Sewu, Stasiun Balapan, Tanjung Mas, Parang Tritis, Telaga Sarangan, dan berbagai tempat yang lain yang terpatri di dalam lagu-lagunya.

Kisah penghormatan kepada orangtua juga menjadi kisah yang banyak diungkap oleh Didi Kempot. Lagunya Kagem Ibu (Untuk Ibu) baru saja menjadi kian terkenal terutama ketika dinyanyikan oleh Arda, seorang anak difabel yang diangkat ke panggung olehnya.

Lagu lain tentu adalah Bapak yang di salah satu syairnya mengatakan: Bapak. Senajan umurmu wis tuwo, nanging tekadmu isa dadi tulodho. Ngadeg dadi cagak nyonggo piringe anak. (Bapak, meski sudah tua, tetapi tekatmu sungguh menjadi teladan. Berdiri teguh menjadi penopang bagi makan anak-anak).

Lagu terakhir yang sedang viral tentu adalah Ora Iso Mulih yang diingat kembali karena banyak orang tidak bisa pulang karena pandemi Covid-19. Meski kisahnya tidak langsung mengarah kepada pandemi ini, tetapi sekali lagi lagu ini mampu mewakili kegelisahan banyak orang.

Di balik semua lagunya, ia menjadi duta Bahasa Jawa yang luar biasa. Tiap kali melihat konsernya baik di media maupun secara langsung orang akan terkagum bagaimana anak-anak muda dari berbagai pelosok negeri menghafal lagu-lagu dalam Bahasa Jawa.

Orang tidak asing dengan kata dan ungkapan ambyar, sekonyong-konyong koder, cidro, pamer bojo, kagem ibu. Di dalam lagu-lagu Didi Kempot, Bahasa Jawa menjelma menjadi sarana indah mewakili perasaan banyak insan dari berbagai kalangan.

Ketiga, Didi Kempot yang lahir dari kemiskinan dan kekurangan tidak pernah lupa kepada orang-orang yang kekurangan dan menderita.

Dia tidak ingin panggungnya menjadi panggung pribadi guna memupuk nama dan keagungan pribadi. Dia melibatkan beberapa talenta muda bahkan merelakan lagu-lagunya dipopulerkan oleh para talenta muda yang dibawanya.

Tentu Sobat Ambyar mengenal Dori dan Arda yang di akhir-akhir hidup Didi Kempot menjadi dua orang yang paling dipopulerkan olehnya.

Dori Harso, penabuh gendang yang dipopulerkan oleh Didi Kempot menjadi pribadi yang diberi ruang lebar untuk menjadi terkenal. Dia dikenal dengan sebuah lagu khusus yang dinyanyikan berduet dengan Didi Kempot, Kangen Nickerie.

Kisah kepedulian itu ada di dalam kisah Arda, seorang anak penyandang difabilitas tuna netra yang diangkat namanya oleh Didi Kempot. Bahkan ada sebuah lagu yang dicipta khusus untuk dipopulerkan oleh Arda berjudul Tulung.

Kisah terakhir yang mengesankan tentu adalah kepedulian Didi Kempot kepada para tenaga medis dan mereka yang mendapat dampak panemi Covid-19. Di dalam konser amal dari rumah pada 11 April 2020. Lebih dari Rp 7 miliar terkumpul dari acara itu guna membantu yang menderita. Maka, tak salah kalau kita menyebutnya sebagai seorang pribadi yang peduli.

Seorang bijak mengatakan, kalau kamu ditinggal oleh orang yang kamu kasihi katakanlah, ya Allah kami bersedih karena Engkau memanggilnya dari antara kami, tetapi lebih daripada itu kami bersyukur karena Engkau pernah memberikannya kepada kami.

Merayakan kehidupan Didi Kempot berarti belajar dari ketulusan dan kreativitas hidup. Ketulusan membuat dia terhubung kepada perasaan banyak orang yang terbukti dari karya-karyanya yang menyentuh hati banyak orang.

Kreativitas hidup mengandaikan kita tak sekadar menjalani hidup, tetapi yakin bahwa dengan usaha keras, hidup kita akan makin berarti seperti telah dibuktikannya di sepanjang hidupnya.

Mungkin kita bersedih karena ditinggal pas lagi sayang-sayange (ditinggalkan ketika sedang benar-benar sayang), tetapi bolehlah kita merelakan kepulangannya. Dia yang sudah menembus Sewu Kuto (beribu kota, beribu perasaan) di hati banyak manusia sekarang sedang berjalan kepada satu hati yaitu Hati Sang Khalik Pemberi hidup.

Saya adalah seorang yang bersyukur boleh belajar dan merayakan kehidupan seorang Didi Kempot. Moga-moga Anda pun demikian.

Martinus Joko Lelono – pastor Katolik, kandidat Doktor Interreligious Studies Universitas Gadjah Mada

Sumber: detikNews 05 Mei 2020

Artikel sebelumnya
Artikel berikutnya
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article