Sabtu, Juli 27, 2024

RUU Ketahanan Keluarga

Must read

Mendukung dan Memfasilitasi Keluarga Tangguh Indonesia

Naskah RUU Ketahanan Keluarga yang masuk dalam pembahasan RUU Prioritas Prolegnas tahun ini sudah sampai di Badan Legislasi dan telah beredar di tengah masyarakat.

Menanggapi kehadiran RUU ini berbagai reaksi pun bermunculan. Tidak masalah sebenarnya bila satu Rancangan Undang-undang memunculkan pro dan kontra, sebab sepanjang disampaikan dan didiskusikan dengan baik, pembahasan terkait pro dan kontra ini justru bisa menjadi jalan pelengkap agar legislasi yang tengah diusulkan bisa menjadi lebih baik dan purna.

Untuk itu menjadi sangat baik apabila masyarakat bisa membaca secara seksama keseluruhan isi draft RUU Ketahanan Keluarga berikut Naskah Akademiknya dan kemudian memberi masukan atau bahkan telaah kritisnya.

Sebagai bagian dari upaya memahami RUU Ketahanan Keluarga ini perlu diketahui tujuan RUU Ketahanan Keluarga ini sebagaimana tercantum dalam pasal 4 yaitu:

A. Menciptakan keluarga tangguh yang mampu mengatasi persoalan internal keluarganya secara mandiri dan menangkal gangguan yang berasal dari luar dengan berpegang teguh pada prinsip keluarga dan nilai-nilai keluarga dengan mengedepankan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, semangat persaudaraan, dan kemandirian keluarga yang solutif dalam mengatasi permasalahan keluarga.

B. Mengoptimalkan fungsi keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam mendidik, mengasuh, membina tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai religius dan moral, serta membentuk kepribadian dan karakter anak bangsa yang baik sebagai generasi penerus.

C. Mewujudkan pembangunan manusia Indonesia secara emosional dan spiritual yang berasal dari pembangunan keluarga sebagai bagian unit kecil masyarakat yang merupakan modal dasar dalam kegiatan pembangunan nasional.

D. Mengoptimalkan peran Ketahanan Keluarga sebagai pondasi utama dalam mewujudkan Ketahanan Nasional dan pilar utama dalam menjaga ideologi dan nilai-nilai luhur bangsa. Tujuan pengusulan RUU ini didasari fakta empiris terkait kerentanan keluarga Indonesia yang sangat memprihatinkan.

Kerentanan ini tercermin dari di antaranya angka kematian ibu yang masih tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup menurut hasil Survai Penduduk Antar Sensus 2015. Ini berarti, pada setiap 100.000 anak yang terlahir 305 anak di antaranya tidak memiliki ibu kandung untuk mengasuhnya dari bayi hingga tumbuh dewasa. Ini juga berarti terdapat 305 keluarga yang kehilangan sosok ibu/istri.

Kerentanan juga tercermin dari masih sangat tingginya jumlah masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal layak, akses air bersih, lingkungan sehat.

Kesemuanya ini memudahkan sebaran penyakit menular serta dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik anggota keluarga.

Menurut Statistik Indonesia 2019, tercatat pada tahun 2018 lebih dari 4,1 juta orang terkena diare yang harus dibawa ke fasilitas kesehatan. Penyakit terbanyak berikutnya adalah malaria yang menjangkiti lebih dari 1,3 juta orang pada tahun yang sama. Pneumonia pada balita tercatat lebih dari 478 ribu anak. Tuberculosis (TB) Paru menjangkiti 204 ribu lebih orang.

Statistik Indonesia 2019 juga menunjukkan bahwa bahwa pada 2018 terdapat 4,45 persen sekitar 3,6 juta keluarga yang menempati rumah dengan luas kurang dari 20 m2. Hasil Susenas 2015 menunjukkan bahwa masih terdapat 4,63 persen rumah tangga yang tidak memiliki tempat tidur, dan ada 2,77 persen rumah tangga yang tidak memiliki lokasi tetap untuk tidur.

“… Anak di bawah umur berisiko melihat dan mendengar hal-hal yang tidak sesuai dengan usianya, termasuk pertengkaran antara orang dewasa.”

Tempat tinggal yang sempit dan minim sekat tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan fisik, namun juga berdampak pada kesehatan psikologis anggota keluarga. Anak di bawah umur berisiko melihat dan mendengar hal-hal yang tidak sesuai dengan usianya, termasuk pertengkaran antara orang dewasa.

Tak hanya faktor fisik, dari sisi keutuhan keluarga juga diketahui terjadi peningkatan kerapuhan dalam keluarga, yang tercermin pada meningkatnya jumlah perceraian setiap tahunnya, meningkatnya jumlah anggota keluarga pengguna narkoba, anggota keluarga terpapar pornografi, anggota keluarga yang mengalami kasus KDRT, kejahatan seksual, penyimpangan seksual serta pengasuhan anak yang tidak memadai, dan penelantaran.

Karena itu kehadiran RUU ini bukan menjadi satu upaya melakukan homogenasi keluarga-keluarga Indonesia namun justru untuk memberikan kesempatan dan dukungan bagi keluarga untuk berkembang secara mandiri, sekaligus memampukan keluarga-keluarga rentan termasuk keluarga dengan anggota keluarga penyandang disabilitas dan anggota dengan keluarga lansia, serta keluarga yang mengalami krisis baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial dan psiko-sosial.

Salah satu dukungan yang diberikan pada keluarga misalnya tercantum dalam pasal yang menjamin isteri atau ibu yang bekerja mendapatkan:

A. Hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya;

B. Kesempatan untuk menyusui, menyiapkan, dan menyimpan air susu ibu perah (ASIP) selama waktu kerja;

C. Fasilitas khusus untuk menyusui di tempat kerja dan di sarana umum; dan

D. Fasilitas rumah pengasuhan anak yang aman dan nyaman di gedung tempat bekerja.

Begitu pula RUU Ketahanan Keluarga ini meneguhkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk memfasilitasi suami yang bekerja di pemerintahan untuk mendapatkan hak cuti saat istrinya melahirkan atau saat istri atau anaknya sakit.

Terkait persoalan penyimpangan seksual RUU Ketahanan Keluarga menyampaikan bentuk-bentuk perilaku seksual menyimpang yang patut diwaspadai oleh keluarga Indonesia karena akan berdampak mengikis nilai-nilai agama, nilai-nilai sosial budaya, serta dapat merusak kondisi psiko sosial anggota keluarga.

Sadisme, masokisme, homoseksual, dan inses adalah bentuk-bentuk penyimpangan seksual yang secara umum diketahui membahayakan, melukai fisik dan psikologis, bahkan dapat menyebabkan kematian anggota keluarga.

Itu sebabnya RUU ini mengatur kewajiban melapor bagi keluarga yang mengalami kondisi penyimpangan seksual di dalam keluarga. Hal ini dimaksudkan agar para korban penyimpangan seksual berani melapor kepada badan terkait untuk mendapatkan pelindungan dan bantuan rehabilitasi keluarga.

Layanan rehabilitasi keluarga ini disediakan oleh pemerintah, mudah diakses oleh keluarga yang membutuhkan serta disyaratkan agar pusat layanan ketahanan keluarga ini harus menyimpan rahasia keluarga yang dilayani.

Dalam hal kerentanan psiko-sosial keluarga, RUU Ketahanan Keluarga juga menjaga hubungan ikatan keluarga sedarah serta kejelasan asal-usul keturunan sesuai dengan nilai norma agama.

Karena itu RUU Ketahanan Keluarga mengatur dengan tegas larangan donor sperma dan ovum, serta surogasi. Donor sperma dan ovum serta surogasi menafikan ikatan keluarga sedarah, dan asal-usul keturunan.

Selain itu pada dasarnya ketentuan pasal terkait larangan donor sperma, ovum dan surogasi ini pun berkesesuaian dengan UU Kesehatan No 36 tahun 2009, pasal 1320 KUH Perdata sekaligus dengan memperhatikan fatwa MUI yang melarang praktek-praktek tersebut.

“… pasal demi pasal dalam rancangan ini adalah upaya pelindungan dan dukungan bagi keluarga Indonesia untuk dapat berkembang menjadi keluarga tangguh secara mandiri.”

RUU ini disusun dalam bingkai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait dengan hak warga negara berkeluarga dalam Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1). Dan bila dicermati secara keseluruhan, satu sama lain, pasal demi pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga ini adalah upaya pelindungan dan dukungan bagi keluarga-keluarga Indonesia untuk dapat berkembang menjadi keluarga tangguh secara mandiri.

Tentu adanya kritik, saran dan masukan dari masyarakat akan menjadi faktor penguat pembahasan RUU ini di DPR RI agar tercapai tujuan kehadiran Undang-undang yang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat.

Jakarta, 19-2-2020

Hormat kami,

Pengusung RUU Ketahanan Keluarga

  • Ledia Hanifa Amaliah, FPKS
  • Netty Prasetiyani, FPKS
  • Sodik Mudjahid, FGerindra
  • Ali Taher, FPAN
Artikel sebelumnya
Artikel berikutnya
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article