Rabu, November 20, 2024

Anda punya masa depan?

Must read

#SeninCoaching:

#Lead for Good: What is the future?

Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach

“The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between the two, the leader must become a servant and a debtor,”– Max De Pree founder Herman Miller.

Apakah Anda percaya ada masa depan? Dari mana pun sumber referensi Anda untuk menjawabnya, dari wilayah spiritual atau pun menurut perspektif kekinian dunia, jawabannya kurang lebih akan mirip.

Manusia berada di antara dua ketakutan, antara waktu yang sudah berlalu tanpa kita tahu bagaimana Tuhan memberikan penilaian terhadapnya dan waktu yang tertinggal (masa depan) tanpa bisa kita sibak pula apa yang ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Demikian kutipan dari salah satu khutbah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diceritakan Imam Al Ghazali (Mutiara Ihya Ulumuddin 2008).

Penafsirannya bisa begini: kita tidak berhak lagi atas waktu yang sudah lewat, kecuali membuat persepsi semampu kita terhadap bayangan-bayangannya – sering diekspresikan begitu indah oleh para penyair, musisi, novelis, pelukis. Kita tak bisa mengubahnya. Mustahil “expecting the better past,” kata #1 executive coach di dunia Marshall Goldsmith. Pikiran semacam “coba ya waktu itu begini atau begitu….” sepatutnya dihentikan – itu cara buruk menengok masa lalu, bisa menyakitkan. Kata para ulama, itu tanda tidak beriman.

Siapa di antara kita yang mampu mengubah masa lalu? Sedangkan masa depan masih ilusi.

 “There isn’t any ‘the future’, there are multiple possible future, and which one we get is not going to be known to us, until we arrive at it,” kata Margaret Atwood, novelis dan esais.

Apakah kita akan tiba di sana, arrive at it? Di antara kita tidak ada yang dapat memastikannya. Bagaimana kalau ketakutan, rasa cemas — yang muncul di antara waktu yang sudah lewat (lalu kita menyadari telah bertindak keliru) dan masa depan yang belum pasti – tersebut, kita olah jadi energi kreatif untuk mendefinisikan ulang realitas dan kekinian kita secara lebih bertanggung jawab?

Dalam tradisi Buddhism, kecemasan atau rasa sakit (akibat pandemi, bisnis oleng, terkena PHK, atau lainnya) disarankan untuk kita rangkul; tidak dihindari. Ajarannya antara lain, “rengkuhlah rasa pedih seperti seorang ibu memeluk bayinya yang menangis.” 

Setiap orang, pada periode berbeda, di bidang profesi dan industri masing-masing, menghadapi realitas dan kekinian tidak sama untuk mereka definisikan dan interpretasikan. Di lingkungan musik, misalnya, realitas saat Tchaikovsky menghasilkan Symphony No. 1 Winter Daydream tentu berbeda ketika Led Zeppelin melahirkan Stairway to Heaven.

Di lingkungan organisasi bisnis, realitas yang mesti didefinisikan ulang oleh Alan Mulally untuk menyelamatkan Ford Motor Company dari merugi belasan milyar dolar menjadi profitable juga tidak sama dengan realitas Steve Jobs ketika memulihkan bisnis Apple Inc.

Karya-karya mereka berhasil menemui masa depan masing-masing, menembus waktu, jadi legacy. Mereka dalam contoh di atas bisa kita sebut para game changers. Kesamaan dari mereka adalah kesediaan memeluk realitas apa adanya dan menafsirkannya ulang, disiplin menggembleng diri berkesinambungan, membangun pola kerja dengan ritme terjaga, berani menemukan diri yang baru, dan membangun otot-otot kepemimpinan masing-masing.

Leadership tidak statis, tapi merupakan pengolahan pengalaman, proses kerja keras, daya tahan, compelling vision, strategi yang komprehensif, relentless implementation, serta inklusif (anggota tim tahu status suatu proyek dan mana yang perlu perhatian khusus).

Orang-orang yang tangkas dalam mendefinisikan ulang realitas dan menafsirkan fakta bahkan yang pahit, painful – merugi belasan milyar dolar (Ford) atau nyaris kolaps (seperti Apple) — dan melahirkan extraordinary results tersebut umumnya sangat fokus. Menghadirkan diri sepenuhnya di setiap momen. Prinsip kerja mereka mengoptimalkan resources (kemampuan diri, tim, waktu, dan modal) yang tersedia saat ini untuk meraih yang belum ada – kemudian kita kenal sebagai masa depan.

Hari ini kebanyakan kita kerja dari rumah atau mobile, secara geografis saling berjarak, sementara itu kondisi ekonomi demikian challenging di luar prediksi. Para eksekutif dan team leader menghadapi realitas yang mustahil dapat mereka definisikan dengan pendekatan lama. Bagi yang memaksakan cara-cara lama bahkan mengalami chaos.

Sejumlah pertanyaan berkecamuk di benak mereka. Di antaranya, bagaimana memimpin remote team dengan efektif? Bagaimana kolaborasi tim dapat ditingkatkan dalam keadaan fisik mereka terpencar? Pola komunikasi seperti apa yang dapat kita andalkan untuk mengembangkan budaya kerja baru agar thriving? Bagaimana meningkatkan engagement, koneksi mental dan emosional yang lebih baik, bagi mereka yang fisiknya berjauhan?

Bukankah itu juga bagian dari tes Anda saat mendefinisikan ulang realitas sekarang? Sepanjang mau menjalani latihan terukur, real time on the job, relevan dengan tantangan sehari-hari dan konsisten menerapkannya, siapa pun siap mengatasinya. Mengajak tim melampaui ambiguitas dan ketidakpastian. Ini tergantung pada kesungguhan Anda sebagai team leader, mau membangun kepantasan ketemu masa depan atau membeku.

Sebaliknya, perangai hubristic (angkuh), merasa sudah punya jawaban atas semua kesulitan, bisa menjerumuskan diri sendiri dan stakeholder Anda – di dalamnya bisa termasuk keluarga. Bagi pejabat publik, dampaknya bisa menimpa puluhan juta manusia.

Mohamad Cholid is Member of Global Coach Group (www.globalcoachgroup.com) & Head Coach at Next Stage Coaching.

  • Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
  • Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment (GLA 360)
  • Certified Global Coach Group Coach & Leadership Assessment.

Alumnus The International Academy for Leadership, Germany.

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article