Masyarakat digital telah tumbuh sebagai komunitas yang mengubah banyak sektor kehidupan yang corak interaksinya didominasi teknologi digital.
“Masyarakat digital ini penggerak utamanya generasi milenial,” kata pemimpin redaksi swarakampus.com Krisno Wibowo saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Menjadi Pelopor Masyarakat digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (26/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti 200-an peserta itu, Krisno mengatakan, ciri utama masyarakat digital antara lain kebutuhan akan informasi tinggi, intensnya interaksi antar personal, kegiatan sosial, pengajaran, bisnis kesehatan dan lain-lain, serta sangat tergantung pada perkembangan inovasi teknologi informasi.
“Tanggung jawab masyarakat digital ini terutama menghindari berbagai dampak buruknya,” kata dia.
Misalnya menghindari narasi dan postingan negatif. Seperti hoaks, ujaran kebencian, fitnah, adu domba bullying dan lain-lain. Cermati juga saat merujuk media mainstream, soal bagaimana independensinya, orientasi speed, balancing, dan teror pasar.
Krisno mengingatkan masyarakat digital agar mewaspadai berbagai pelanggaran etika yang masih marak belakangan ini. Ia mengingatkan pelanggaran etika itu bisa berujung pidana dan dijerat undang-undang informasi elektronik dan kitab undang-undang hukum pidana atau KUHP.
Termasuk di dalamnya pelanggaran privasi berupa penyalahgunaan akses data pribadi milik orang lain, mengganggu hak privasi individu dengan cara menyebarkan data pribadi tanpa izin yang bersangkutan.
“Soal data pribadi ini pun akan ada ancaman pidana yang diatur dalam rancangan undang-undang perlindungan data pribadi yang sedang digarap oleh pemerintah,” kata dia. Dalam rancangan undang undang data pribadi ini mengatur di antaranya bahwa penyebaran data pribadi harus seijin pemilik. Jika tidak ancaman pidananya bisa 2 tahun atau denda sampai Rp 2 miliar.
“Sedangkan bagi yang menggunakan data pribadi orang lain tanpa izin ancaman pidana maksimal 7 tahun dan denda Rp 7 miliar,” kata dia.
Narasumber lain webinar itu, dosen Universitas Respati Yogyakarta Hartanto mengatakan dalam era digital ini kita bisa memegang pedoman ungkapan Jawa ‘Setiti Ngati-ati’.
“Ungkapan ini berarti teliti dan berhati-hati, maksudnya sebelum bertindak sebaiknya betul-betul diteliti dan harus sangat berhati-hati,” kata dia. Hati-hati dalam arti terhadap dampak yang akan terjadi. Ungkapan ini sesuai dengan konteks cepatnya laju Informasi seperti sekarang ini.
“Kita sebaiknya teliti dahulu dan lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi, pikirkan dampaknya bagi orang lain dan bagi diri sendiri, apakah informasi itu bermanfaat, perlu, penting, dan benar serta tidak melukai lainnya,” kata dia.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber CEO Namaste.id Albertus Indratno, CEO Jogjania.com Jota Eko Hapsoro, dan dimoderatori Amel Sannie serta Dibyo Primus selaku key opinion leader.